GAds

Analisis Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat (Analisis Kasus Dr.Todung Mulya Lubis, SH., LL.M.)

Analisis Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat (Analisis Kasus Dr.Todung Mulya Lubis, SH., LL.M.)

Todung Mulya Lubis adalah salah satu advokat senior di Indonesia yang seharusnya telah mengetahui dengan rinci kode etik profesi advokat di Indonesia yang tertuang di dalam Kode Etik Advokat Indonesia. Kode Etik Advokat Indonesia dibentuk atas amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) disahkan pada tanggal 23 Mei 2002 oleh tujuh Asosiasi Advokat yang disebut Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI).

Todung Mulya Lubis dilaporkan oleh Hotman Paris kepada Majelis Kehormatan Peradi Daerah Jakarta karena diduga terdapat konflik kepentingan dalam perkara antara perusahaan Sugar Group Company (SGC) melawan Keluarga Salim/Salim Group dan Pemerintah Indonesia. Homan Paris yang merupakan kuasa hukum dari SGC melaporkan Todung Mulya Lubis karena menjadi kuasa hukum Keluarga Salim/Salim Group.

Padahal pada tahun 2002 Todung Mulya Lubis merupakan kuasa hukum pemerintah dalam hal ini BPPN untuk melakukan audit terhadap Keluarga Salim/Salim Group salah satunya adalah perusahaan Sugar Group Company (SGC). Sugar Group Company (SGC) yang berada dibawah pengawasan BPPN kemudian pada tahun 2006 Sugar Group Company (SGC) dijual ke pemilik baru dan pemilik baru tersebut berperkara melawan Keluarga Salim/Salim Group dan Pemerintah Indonesia sebagai tergugat. Disini Todung Mulya Lubis menjadi kuasa hukum atas Keluarga Salim/Salim Group yang justru pernah diperiksa oleh BPPN yang saat itu hukumnya dikuasakan kepada Todung Mulya Lubis. Hotman Paris yang merupakan kuasa hukum Sugar Group Company (SGC) kemudian melaporkan dugaan konflik kepentingan ini.

Jika dianalisis secara kasat mata tentunya Todung Mulya Lubis terlihat sangat melakukan konflik kepentingan karena menjadi kuasa hukum untuk dua pihak yang awalnya berseberangan meskipun interval waktunya sekitar empat tahun. Keluarga Salim/Salim Group pernah diperiksa oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini BPPN yang hukumnya dikuasakan kepada Todung Mulya Lubis. Lalu ketika Keluarga Salim/Salim Group berperkara dan menjadi tergugat bersama Pemerintah Indonesia, Todung Mulya Lubis justru menjadi kuasa atas Keluarga Salim/Salim Group yang pernah di audit oleh Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini BPPN yang hukumnya dikuasakan kepada Todung Mulya Lubis.

Jika merujuk pada Kode Etik Advokat Indonesia Todung Mulya Lubis dapat dijerat oleh dua ketentuan berlapis sekaligus. Pada pasal 4 ayat j Kode Etik Advokat Indonesia dijelaskan bahwa Advokat harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan bersama dua pihak atau lebih yang menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Tidak hanya pasal 4 ayat j Kode Etik Advokat Indonesia, ketentuan lain yang berkaitan erat adalah pasal 3 ayat b Kode Etik Advokat Indonesia yang menyatakan bahwasannya Advokat dalam menjalankan profesinya tidak semata-mata mencari imbalan material, tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran.

Dilihat dari kedua ketentuan tersebut terlihat jelas bahwa Todung Mulya Lubis telah melakukan pelanggaran kode etik berat karena telah menjadi advokat untuk dua pihak yang berlawanan sehingga sejatinya kepentingannya berbeda, meskipun keduanya saat itu berstatus sebagai tergugat. Todung Mulya Lubis diduga telah melakukan pelanggaran yang motifnya karena uang atau imbalan jasa dari Keluarga Salim/Salim Group yang pernah di audit oleh BPPN yang hukumnya dikuasakan kepada Todung Mulya Lubis beberapa tahun sebelumnya.

Meskipun tidak bisa disangkal bahwasannya interval waktu antara Todung Mulya Lubis ketika menjadi kuasa hukum atas BPPN dan ketika menjadi kuasa hukum atas Keluarga Salim/Salim Group cukup lama yaitu sekitar empat tahun dan juga di saat itu Keluarga Salim/Salim Group dan Pemerintah Indonesia sama-sama berstatus sebagai tergugat, sebagai advokat senior seharusnya Todung Mulya Lubis sadar kedua pihak tersebut memiliki kepentingan berbeda.

Sehingga jika dilihat dari ketentuan dalam Kode Etik Advokat Indonesia, jika menjadi kuasa hukum dari dua pihak yang saling berseberangan kepentingannya seharusnya Todung Mulya Lubis mengundurkan diri dari pengurusan atas kepentingan-kepentingan para pihak tersebut karena sudah jelas jika hal tersebut tetap dilakukan advokat terutama advokat senior seperti Todung Mulya Lubis dapat mencederai nilai hukum, keadilan dan kebenaran, terlebih jika motifnya hanyalah imbalan semata. Karena pada hakekatnya hukum, keadilan dan kebenaran tidak dapat ditukar sepenuhnya dengan materi.

Sumber berita : http://www.republika.co.id/berita/shortlink/18202

Comment (1)

  • olijani 9 June 2023 at 2:13 am Reply

    klo menurut sy apa yang terjadi bukanlah pelanggaran kode etik dalam hal ini mengenai advokat, karena sebelumnya todung mewakili pemerintah dalam hal ini BPPN kemudian sekarang salah satu lawannya dari pemerintah apakah juga BPPN? jika bukan BPPN artinya yang dimaksud pemerintah oleh bang hotman adalah tidak sama, karena walaupun BPPN merupakan badan hukum milik pemerintah tentu berbeda dengan instansi lain yang tujuan pekerjaannya juga berbeda misalnya OJK, disamping itu dari kedudukan hukumnya dalam kasus yang sekarang, pemerintah yang disebut hotman dan grup salim adalah sama yaitu sebagai tergugat, sehingga tidak ada pelanggaran kode etik yang dilanggar todung ini. sayang ini kasus lama ya dan saya baru bisa berkontribusi sekarang,

Leave Your Comment

Your email address will not be published.*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Mulai WA
1
Hubungi Kami
Halo Rencang, ada yang bisa kami bantu?