GAds

Sejarah Panjang di Balik Proses Pembuatan dan Pengesahan Rancangan Kuhp

Kesempatan kali ini kita akan menyimak pemberitaan yang akhir-akhir menjadi bahan pembicaraan masyarakat, khususnya bagi mahasiswa fakultas hukum. Pemberitaan tersebut mengenai tarik ulurnya proses pembuatan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Adapun yang menjadi latar belakang dibuatnya RKUHP yaitu KUHP yang diterapkan di Indonesia saat ini merupakan peninggalan zaman kolonial Belanda, sehingga dianggap tidak relevan dengan kondisi saat ini dan perlu adanya penyesuaian. Selain itu, karena dibuat pada masa pemerintahan kolonial, maka sejumlah pasal yang ada di dalam KUHP dinilai dibuat untuk kepentingan pemerintahan Belanda saat itu. Sumber KUHP yang merupakan hukum Belanda disebut Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang disahkan melalui Staatsblad tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku di seluruh wilayah Hindia Belanda sejak 1 Januari 1918. Inilah yang menyebabkan pemerintah berinisatif memperbaharui peraturan perundangan-undangan hukum pidana asli Indonesia.

Dalam perjalanannya, tidak mudah merancang KUHP asli Indonesia ini. Awalnya ide untuk membuat RKUHP disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional I di Semarang, Jawa Tengah pada tahun 1963. Ide tersebut berkembang dengan membentuk tim perumus KUHP tahun 1964. Sejumlah pakar hukum dilibatkan dalam proses penyusunan RKUHP. Namun, mereka tidak membuat KUHP dari awal dan melakukan rekodifikasi, kemudian mereka juga memberi penjelasan di tiap pasalnya. Hingga sampai 58 tahun berlalu sejak awal digagas atau diinisiasikan, pembahasan RKUHP ini belum selesai sepenuhnya. Tidak ada yang bisa memastikan apakah pasal-pasal bermasalah dalam draf RKUHP terdahulu, yang jumlahnya ditaksir lebih dari 25 poin oleh sejumlah lembaga non pemerintah yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP masih ada atau dihapus atau mengalami perubahan.

Dilansir dari kompas.com, adapun pasal-pasal yang menjadi kontroversi dalam draf RKUHP adalah sebagai berikut:

  1. Hukum yang hidup (the Living Law)
  2. Pidana mati
  3. Pidana penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden
  4. Pidana karena memiliki kekuatan gaib
  5. Pidana dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin
  6. Pidana unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih
  7. Pidana penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court)
  8. Pidana terhadap advokat curang (diusulkan untuk dihapus)
  9. Pidana penodaan agama
  10. Pidana penganiayaan hewan
  11. Pidana penggelandangan
  12. Pidana aborsi, kecuali apabila alasan darurat medis atau korban perkosaan
  13. Pidana perzinaan, termasuk kumpul kebo (kohabitasi)
  14. Pidana perkosaan dalam perkawinan

Keempat belas poin tersebut disepakati melalui RDP antara Kemenkumham dan Komisi III DPR RI pada tanggal 25 Mei 2022. Namun terlepas dari segala kontroversi yang ada saat ini, pemerintah sudah berusaha menciptakan sebuah produk hukum nasional terkait tindak pidana. Semoga hasilnya positif saat nantinya bisa diterapkan di Indonesia.

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Mulai WA
    1
    Hubungi Kami
    Halo Rencang, ada yang bisa kami bantu?