GAds

Analisis Ketentuan Royalti Hak-Cipta

Semenjak bermunculan sosial media seperti Facebook, Instagram atau TikTok, perkembangan interaksi tidak hanya sebatas kata-kata. Maksudnya, media sosial yang populer saat ini banyak yang mengedepankan pada konten multimedia. Khususnya konten visual dan audio yang pasti memanjakan mata. Cerita Horror yang perlu imajinasi, berubah lebih dramatis dengan visualisasi. Lagu membuat konten semakin terhiasi. Dan masih banyak lagi. Nah, konten berupa lagu inilah yang kemudian sering viral di “masanya” masing-masing. Seperti “Kiki do you love me” hingga “Terpesona” menancap pada konten-konten visual audio (video). Mulai dari tujuannya untuk pengetahuan hingga hiburan, semuanya ada. Bahkan ada juga yang sengaja menggubah lagu dengan seleranya sendiri. Yang awalnya lagu DJ menjadi akustik, misalnya. Nah pasca UU Ciptaker keluar, muncul juga peraturan yang membuat para penyanyi, yang hobi nyanyi sampai penyanyi kamar mandi tergelitik. Apa itu? Mari kita lakukan Analisis Ketentuan Royalti Hak-Cipta pasca UU Ciptaker.

Royalti bagi Musisi?

Apakah Royalti selalu identik dengan Musisi? Menurut masyarakat mungkin iya. Layaknya istilah “paten merek”. Tapi bagaimana dari segi hukum? Musisi hanyalah satu dari mereka-mereka yang disebut sebagai Pencipta. Bukan lho Rencang jangan tegang dulu, bukan Pencipta maksudnya Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Esa. Tapi lebih kepada mereka yang menelurkan karya melalui kemampuan intelektualitasnya. Musisi menghasilkan karya berupa audio. Writer menulis buku fiksi maupun non-fiksi. Sutradara menghasilkan karya sinema. Fotografer menjepret foto dengan kameranya. Bahkan programmer menghasilkan karya dari bahasa pemrograman komputer. Dan kamu tau kan Rencang betapa sulitnya memikirkan suatu karya apalagi yang sensasional dan viral?

Nah untuk tujuan itulah Royalti ada. Royalti merupakan imbalan dari pemanfaatan Hak Ekonomi suatu ciptaan yang diterima oleh pencipta, itu kata Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Hak Cipta. Gampangnya, setiap kali seorang menciptakan karya dan ada orang lain yang menikmatinya atau menggunakannya, si pencipta juga harus dapat cuan dong. Masak udah capek-capek bikin karya, eh digunakan secara gratisan. Itu Hak Cipta apa Lembaga Nirlaba? 😀 Kok pelit sih? Ya memang, tapi undang-undang memberi ketentuan ini semata-mata untuk melindungi kepentingan si pencipta. Karya cipta sendiri memang memiliki dua hak bagi si pencipta yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak Moral maksudnya hak untuk diakui suatu ciptaan memang merupakan milik pencipta. Sedangkan Hak Ekonomi ya hak untuk mendapatkan keuntungan dari ciptaannya.

Peraturan Pemerintah: Salah Kaprah!

Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, yang merupakan “anak kandung” dari UU Ciptaker. Masyarakat segera “kaget”. Ada yang mengkritisi. Sebagian ada yang mengkaji. Ada juga yang berhati-hati beropini. Bahkan juga ada yang jadi bahan meme. Sayangnya, konten mengenai peraturan pemerintah ini banyak di-salah-kaprah-kan oleh masyarakat. Apa yang ada di pikiran masyarakat kebanyakan adalah: “Kalau mau menyanyi harus bayar royalti”. Apakah benar? Tentu benar, tapi dengan pengecualian…

Substansi dari peraturan pemerintah ini memang berniat “melindungi” hak ekonomi si pencipta. Bagi lagu yang diputar di ruang publik yang bersifat komersial harus membayar royalti atau mendapat persetujuan dari si pencipta. Ruang publik yang dimaksud seperti seminar dan konferensi berbayar, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, diskotek, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, kapal laut, pameran dan bazar. Loh hang on a sec. Kereta api bukannya dimiliki oleh pemerintah? Benar, termasuk pemerintah sekalipun wajib membayar royalti pada musisi.

Jika ketentuan itu ditelan mentah-mentah tentunya menimbulkan kontroversi ya, Rencang. Akan tetapi jika dibaca pelan-pelan, rupanya tidak semua karya audio otomatis diwajibkan membayar royalti atau mendapat izin dalam penggunaannya di ruang publik. Akan tetapi HANYA lagu yang terdata di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Mudahnya, hanya musisi yang mendaftarkan lagunya ke LMKN yang dilindungi peraturan pemerintah ini. Seperti pernyataan Julian Jacob yang mempersilahkan siapapun untuk membawakan lagunya tanpa perlu membayar royalti kepadanya. (memang ya media-media ini bikin judul click bait mulu) Fun Fact, ketentuan ini sebetulnya sudah ada “blue print-nya” di Undang-Undang Hak Cipta yang keluar tujuh tahun lalu! Yah itulah Analisis Ketentuan Royalti Hak-Cipta pasca UU Ciptaker. Semoga bisa menambah wawasanmu.

#TerbaikTercepatTerpercaya

#KlinikHukumTerpercaya

#SemuaAdaJalannya

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Mulai WA
    1
    Hubungi Kami
    Halo Rencang, ada yang bisa kami bantu?