GAds

ROYALTI PEMICU KONFLIK ANTAR MUSISI. BAGAIMANA KEDUDUKAN LMKN?

 

Royalti Pemicu Konflik Antar Musisi. Bagaimana Kedudukan LMKN?

Halo Rencang-Rencang, di awal tahun 2024 kita disuguhkan dengan beberapa konflik yang berkaitan dengan royalti dari karya musisi. Konflik tersebut tentunya melibatkan beberapa pihak diantaranya adalah:

  1. Mantan gitaris band STINKY, Ndhank membuat somasi kedua yaitu melarang band STINKY dan Andre Taulany membawakan lagu-lagu ciptaannya. Salah satunya lagu “Mungkinkah”, bahkan sempat digugat untuk memberikan Rp 35 miliar. Namun sudah diklarifikasi oleh Ndhank terkait somasi kedua tersebut. Sehingga mencabut surat kuasa dari pengacaranya, Firdaus.
  2. Salah satu personil band Geisha, Roby Satria memberi pernyataan terkait eks/mantan vokalis Geisha, Momo yang membawakan lagu-lagu Geisha pada sebuah konser. Roby mengatakan bahwa semua lagu Geisha hanya boleh digunakan secara komersil oleh formasi band Geisha yang resmi dan memiliki kontrak eksklusif dengan pihak label dan disepakati bisnisnya bersama atas nama grup. Sehingga, berdasarkan kontrak eksklusif tersebut Momo tidak diperkenankan menyanyikan lagu-lagu dari band Geisha.

Dari kedua masalah di atas membuat beberapa musisi memberi tanggapan atau pandangannya, mulai dari musisi Anji hingga vokalis D’Masiv, Rian. Anji mengatakan dalam postingan Instagramnya bahwa tata kelola industri musik yang harus dibenarkan. Bukan saling larang-melarang. Perlu dicatat, tidak semua pencipta lagu adalah Performer. Banyak pencipta lagu HITS yang tidak aktif sebagai Performer, sehingga harus memikirkan hak mereka. Sebagai penyanyi/musisi, sepatutnya dipastikan apakah pencipta lagu sudah mendapat haknya atau belum. Tanyakan (melalui manajemen) kepada penyelenggara acara. Jangan sampai acara yang mengundang kita bermasalah, karena tanpa adanya lisensi jelas acaranya melanggar peraturan. Anji juga berpesan jangan percaya pada kalimat, “Pencipta Lagu dapat dari LMK,” tapi harus benar-benar diyakinkan.

Rian, vokalis band D’Masiv menyayangkan banyak musisi dan pencipta lagu saling larang melarang membawakan lagu. Menurutnya sebagaimana dilansir dari postingan Instagramnya bahwa yang harus diperbaiki adalah sistem tata kelola royalti musiknya. Ia juga mempersilahkan lagu karya-karyanya dinyanyikan dan dibawakan sesering mungkin di manapun. Namun, Rian mengingatkan kepada para Event Organizer (EO) dan promotor agar jangan lupa membayar performing right royalti pencipta lagu ke lembaga kolektif.

Apa itu LMKN?

Indonesia pada dasarnya telah memiliki lembaga pengelola royalti di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Institusi tersebut bernama Lembaga Manajemen Kolektif Nasional atau biasa disingkat LMKN. LMKN lahir berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hal ini LMKN berdiri untuk menangani pengumpulan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik di Indonesia.

Adapun kewenangan yang dimiliki LMKN yaitu mengoleksi/mengumpulkan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial. Pengumpulan royalti tersebut tentunya dengan tarif yang telah ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Kemenkumham. Selanjutnya, pendistribusian kepada para Pencipta, Pemegang Hak, dan Pemilik Hak Terkait dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Prinsip dasar hak cipta, seorang Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak Cipta memiliki hak untuk mendapatkan imbalan dari hasil penggunaan ciptaan atau produk terkait sepanjang dipergunakan untuk kepentingan komersial. Pasal 1 Angka 22 UU Hak Cipta dikatakan bahwa LMK adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau Pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonomi mereka dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Royalti merupakan pembayaran yang diberikan kepada Pemegang Hak Cipta atau produk terkait atas pemanfaatan ciptaan atau produk hak terkait. Keberadaan LMK dipandang sangat penting membantu Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak Terkait mendapatkan royalti dari ciptaan atau produk tersebut. Ketentuan mengenai royalti biasanya dibuat beberapa komponen, seperti besaran tarif royalti; dasar perhitungan royalti; struktur pembayaran royalti; dan mekanisme untuk mengelola pembayaran. Keseluruhan komponen itu yang akan menjadi ruang lingkup kerja LMK dalam rangka pengelolaan hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait.

Untuk memperoleh hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah menjadi anggota LMK . Hal tersebut bertujuan agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial. Setelah terdaftar menjadi anggota LMK, nantinya LMK akan memproses perolehan royalti dari pengguna.

Dalam prosesnya, pengguna yang memanfaatkan hak ekonomi ciptaan membayarkan royalti tersebut melalui LMK. Namun, pengguna terlebih dahulu membuat perjanjian dengan LMK yang berisikan kewajiban untuk membayar royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan. Jika seluruh kewajiban telah dipenuhi pengguna, maka pengguna legal untuk memanfaatkan karya tersebut. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 87 UU Hak Cipta disebutkan, “Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif.

Jenis LMK

Seperti diuraikan sebelumnya, LMKN mengumpulkan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial dan mendistribusikannya kepada para Pencipta, Pemegang Hak, dan Pemilik Hak Terkait melalui LMK. Hal ini berarti LMKN merupakan lembaga bantu pemerintah non APBN yang memiliki kedudukan lebih tinggi karena menghimpun beberapa LMK yang sudah beroperasi dan memiliki izin operasional dari Kemenkumham RI. Hingga saat ini kurang lebih ada 11 (sebelas) LMK yang sudah mengantongi izin operasional dari Kemenkumham RI sebagaimana dilansir dari situs lmkn.id, adapun kesebelas LMK yang dimaksud yaitu:

  1. LMK Karya Cipta Indonesia (KCI);
  2. LMK Wahana Musik Indonesia (WAMI);
  3. LMK Royalti Anugrah Indonesia (RAI);
  4. LMK Pencipta Lagu Rekaman Indonesia Nusantara (PELARI);
  5. LMK Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI);
  6. LMK Perlindungan Hak Penyanyi dan Pemusik Rekaman Indonesia (PAPPRI);
  7. LMK Anugrah Royalti Dangdut Indonesia (ARDI);
  8. LMK Anugra Royalti Musik Indonesia (ARMINDO);
  9. LMK Star Music Indonesia (SMI);
  10. LMK Performers Rights Society of Indonesia (PRISINDO);
  11. LMK Penyanyi Profesional Indonesia Timur (PROINTIM).

Perselisihan terkait royalti yang masih terjadi hingga saat ini memberikan sebuah refleksi bahwa keberadaan LMKN masih belum berfungsi secara maksima. Tata kelola royalti beserta sistem yang beroperasi harus diperbaiki sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, perlunya peran LMKN memberikan sosialisasi yang luas kepada para pihak bahwa untuk bisa memperoleh hak ekonominya harus mendaftarkan ke LMK terlabih dahulu. Dengan adanya pemahaman dari para pihak tentunya dapat meminimalisir konflik atau perselisihan terkait royalti. Selain itu, sosialiasi Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik juga perlu dijelaskan kepada para pihak yang terkait agar sistem pembayaran royalti dapat berjalan dengan optimal.

Untuk Rencang-Rencang yang membutuhkan konsultasi dan layanan mengenai Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) segera Kunjungi linimasa kami atau hubungi melalui WhatsApp di pojok kiri layarmu.

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Mulai WA
    1
    Hubungi Kami
    Halo Rencang, ada yang bisa kami bantu?