Selaras dengan Pancasila sebagai dasar negara, Indonesia dibentuk dengan berlandaskan konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State). Berdasarkan konsep ini, negara memiliki peran utama dalam memajukan dan melindungi kesejahateraan rakyat, baik itu dalam hal kesejahateraan sosial maupun kesejahateraan ekonomi. Oleh karena itu, dalam konsep ini negara dibenarkan untuk mengambil dana dengan tujuan untuk membiayai pelayanan-pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya.
Lebih lanjut, tujuan utama dari diadopsinya konsep ini adalah untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dengan cara meminimalisir kesenjangan antara si kaya dan si miskin, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup yang mendasar. Sejalan dengan itu, Maurar Siahaan menganggap bahwa konsep negara kesejahateraan sejatinya telah terwujudkan melalui program kesehatan jaminan sosial dan ketenagakerjaan yang dikelola negara melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Pengenalan BPJS
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), BPJS dirumuskan sebagai badan umum yang dibentuk dengan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, yang dimana terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Pasal 6 UU tersebut, dijelaskan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan berfungsi untuk menyelenggarakan beberapa program tekait ketenagakerjaan diantaranya adalah jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Lebih lanjut, baik itu BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan sejatinya ditujukan untuk mewujudkan hal yang sama, yaitu terseselenggaranya pemberian jaminan yang mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.
Siapa itu Pemberi Kerja dan Pekerja?
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU BPJS, Pemberi Kerja diartikan sebagai orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 8 UU BPJS, Pekerja diartikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
Mengapa Pemberi Kerja Harus Mendaftarkan Pekerjanya Pada Program BPJS?
Pertama, kewajiban hukum.
Alasan utama mengapa pemberi kerja diharuskan mendaftarkan pekerjanya pada program BPJS adalah dikarenakan Pasal 14 UU BPJS telah mewajibkan setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan, untuk menjadi Peserta Jaminan Sosial.
Kemudian, pada Pasal 15 UU BPJS juga menyatakan bahwa Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
Selain kedua Pasal tersebut, Pemerintah juga turut memberikan aturan pendamping melalui Pasal 11 ayat (2b) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menyatakan bahwa dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.
Memang Pemberi Kerja memiliki kewajiban untuk mendaftarkan Pekerjanya dalam program jaminan sosial. Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan atas Peraturan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatur bahwa Pemberi Kerja dalam arti sempit Pengusaha baru diwajibkan mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS bilamana memperkerjakan pegawai sebanyak 10 orang atau lebih atau membayar upah paling sedikit 1 juta rupiah perbulannya.
Kedua, sanksi hukum.
Pasal 17 UU BPJS menyatakan bahwa Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak mendaftakan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta BPJS, dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana berikut:
- Teguran tertulis yang pemberian sanksinya dilakukan oleh BPJS;
- Denda yang pemberian sanksinya dilakukan oleh BPJS; dan/atau
- Tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu yang pemberian sanksinya dilakukan oleh Pemerintah, atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
Berkaitan dengan ketentuan sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu, Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial menjelaskan bahwa apa yang dimaksud “pelayanan publik tertentu” adalah sebagaimana berikut:
- Perizinan terkait usaha;
- Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;
- Izin memperkerjakan tenaga kerja asing;
- Izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau
- Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Selain itu, Pasal 55 UU BPJS juga mengatur terkait pemberian sanksi pidana kepada Pemberi Kerja yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS, dan membayar serta menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
Maka dari itu demi kemaslahatan bersama, ada baiknya pemberi kerja mendaftarkan tenaga kerjanya pada program BPJS. Bukan hanya demi kesejahteraan pekerja belaka. Namun juga untuk menghindarkan sanksi administratif yang berpotensi dijatuhkan pada pemberi kerja yang “Nakal” tidak mendaftarkan tenaga kerjanya pada program BPJS.