Seorang netizen bernama Pramirtha Sudirman muncul bagaikan pahlawan, membuat petisi di situs Change.org yang dilayangkan kepada Wall’s. Dia menuntut untuk dikembalikannya produksi Ice Cream Wall’s Viennetta dan memasarkannya kembali karena… “anak-anak yang pada saat itu tidak mampu beli kini telah berprofesi dan ber-capacity untuk membeli, tapi kok berhenti produksi”. Hasilnya bisa disangka, yang menandatangani petisi sudah 75.000 orang lebih!!! Sebegitu besarnya reputasi Merek Viennetta walaupun betapa langka dan beruntungnya manusia yang pernah mengkonsumsinya. Bahkan sebagaimana dikutip dari Tirto.id, ada orang tua yang menamai anaknya dengan “Lorra Vienetta” karena terinsipirasi dari Ice Cream legenda. WOW!
Wall’s Indonesia rupanya peka terhadap “sangat” tingginya animo masyarakat Indonesia akan Merek Viennetta. Sehingga mulai April 2020 ini, bertepatan ketika akan memasuki bulan Ramadhan, Viennetta kembali diproduksi dan dipasarkan. Bayangkan! Sebentar lagi disaat momentum puasa, kita akhirnya bisa mencicipi sang legenda setelah berpuasa bertahun-tahun lamanya. Walaupun menurut Admin, tampilannya beda dari yang dulu. Dulu yang terlihat begitu tebal dan berlapis-lapis, namun yang sekarang lebih tipis. Mungkin Wall’s belajar dari kesalahan mahalnya dan tidak terjangkaunya Ice Cream ini oleh masyarakat luas. Kabar kembalinya Ice Cream Viennetta santer beredar dan diberitakan akan mulai didistribusikan ke gerai terkemuka sebelum puasa. Admin di Malang belum berhasil menemukannya nih. Apakah Rencang-Rencang sudah berhasil mencicipi “dia”? Tulis komentar dibawah, ya!
Jadi, apa hikmah yang bisa dipetik dari pengalaman Ice Cream Wall’s Viennetta?
Banyak. Hikmah yang bisa kita ambil dari historiografi si Viennetta yang sungguh kaya nan bijaksana. Apa aja? Buat Rencang-Rencang yang pengusaha, ini yang perlu kamu perhatikan untuk membangun reputasi Merek kamu
1. Amankan Merek itu kalau kamu menyayanginya
“Ciye”, sayang sayangan. Tapi beneran, amankan dengan cara daftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Sama seperti kamu yang sayang sama pasanganmu, bagaimana bukti keseriusanmu? Ya menikahinya dan mencatatkan namanya di KUA lah! 🙂 Eh jadi baper. Jadi gini ya Rencang-Rencang, membangun reputasi Merek itu juga ternyata banyak diakui oleh ahli hukum. Sebutlah Insan Budi Maulana, Anne Gunawati, Muhammad Djumhana, R. Djubaedillah, Amin Sutikno, R.M. Suryodiningrat, Yahya Harahap, dan masih banyak lagi. Beliau semua sebagian adalah ahli hukum Perdata Bisnis yang tidak diragukan lagi dalam meneliti efisiensi usaha. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pun mengakui reputasi suatu Merek. Dan ternyata benar, bukan. Merek memang menjadi komponen yang remeh namun justru sangat vital perannya. Lihat saja sejarah Viennetta diatas yang membuatnya mampu terngiang di ingatan 75.000 orang walaupun sebagian besar dari mereka tidak pernah mencicipinya. Bayangkan jika pernah dan Viennetta terjangkau harganya dan stoknya pada saat itu. Wah mungkin jutaan orang yang bernostalgia dengannya.
Merek yang dimaksud disini tentu saja Merek yang terdaftar di DJKI ya Rencang-Rencang. Kalau kamu punya “Merek” tapi kamu ga pernah mendaftarkan Merek itu, jangan pede deh bilang itu adalah “Merek”. Itu hanya logo. Lemah. Rentan. Dan tidak dilindungi hukum sama sekali. Kalau teman kamu yang terkesima atau kompetitor kamu iseng mendaftarkan logo itu sebagai Merek, wah habis sudah potensi reputasi kamu, karena Merek itu belum kamu daftarkan. Kecuali lho ya, kecuali Merek kamu sudah terkenal dan sudah didaftarkan di banyak negara. Tapi yakin deh, sebagian besar dari kamu yang baca Post ini bisnisnya dalam lingkup lokal atau regional. Karena logikanya kalau basis internasional, harusnya kamu udah mendaftarkan Merek di Indonesia duluan. 🙂 Lihat saja Ice Cream Wall’s Viennetta, mereka sudah memperpanjang Merek mereka berkali-kali dikala itu walaupun produknya Limited Edition. Meskipun produknya tidak dibeli oleh banyak kalangan. Tapi terbukti dengan mereka mem-paten-kan Merek itu di DJKI, mereka bisa membangun reputasi yang begitu kuat, terngiang bahkan setelah hampir 20 tahun mereka tidak memproduksi varian Ice Cream itu. 🙂 Bukti pendaftaran Merek Viennetta bisa dilihat disini.
2. Bangun Brand Image yang sesuai untuk produkmu
Jika kamu sudah mendaftarkan Merek kamu, ini waktunya take an action!!! Merek dan Brand memang dua unsur yang tak terpisahkan dan saling berhubungan satu sama lain, kayak kita 🙂 Eh. Jadi gampangnya, Merek itu adalah upaya pasif, tapi Brand adalah upaya aktif. Kamu mendaftarkan Merek untuk mengklaim bukti kepemilikanmu akan suatu logo, terus kamu lakukan Branding atas logo itu. Menyebarluaskan (promulgate), mempromosikan (promote), dan membagikan (share), adalah aktivitas yang akan kamu lakukan untuk membangun reputasi Merek kamu. Lelah? Ya, pasti lelah. Tapi kamu beruntung membaca post ini di tahun 2020, dimana ada banyak sekali yang bisa kamu gunakan untuk membangun reputasi alias mem-branding Merek kamu. Bayangkan di tahun pada saat Viennetta berjaya, sarana paling ampuh untuk mempromosikan Ice Cream itu adalah Iklan Televisi. Bisa juga dengan beriklan di media massa seperti koran dan majalah. Alternatif lain ya beriklan lewat Radio. Dan semua sarana itu memerlukan biaya yang selangit. Yang lebih gratis, efektif tapi tidak terukur ya beriklan dari mulut ke mulut. Ada pula cara murah beriklan lewat sosial media dan internet (waktu itu dikenal ada YM! dan mIRC yang paling sering digunakan). Tapi boro-boro ada gadgetnya, di zaman itu koneksi internet adalah hal yang mewah. Orang lebih banyak menggunakan Telepon dan SMS untuk berkomunikasi. Fitur di handphone sangat terbatas. Apalagi untuk mengusahakan PC dan laptop, wah itu mah cuma dimiliki orang kaya.
Lain masa, lain cerita. Lain juga sarananya. 🙂 Kamu yang membaca ini setidaknya barada atau besar di zaman serba teknologi, dimana gadget sudah seperti barang wajib yang dimiliki manusia. Jangankan orang dewasa, anak-anak pun sekarang banyak yang sudah punya teknologi canggih macam Smartphone. Ada sarana, ada juga caranya. Momentum seperti ini dimanfaatkan baik-baik oleh para pengusaha untuk berbisnis. Beriklan di sosial media bukan hanya jauh lebih cepat dan akurat dibandingkan beriklan di media massa. Tapi juga lebih murah dan mudah lho. Banyak sekali Sosial Media yang bisa digunakan oleh kaum milenial untuk meningkatkan performa wirausahanya. Facebook, Instagram, Twitter, semua yang memiliki fitur iklan dapat dengan mudah dimanfaatkan secara bijak. Dengan perkembangan algoritma yang begitu canggih, iklan bahkan dapat diatur dengan spesifik dan tepat sasaran. Sebagai contoh, di tahun lalu Admin menggunakan smartphone Asus Zenfone Max Pro M2. Disaat sedang asyik melihat-lihat Snapgram atau Instagram Stories, muncullah iklan tentang Toko Online yang menjual Casing khusus untuk smartphone saya. Wah Admin sangat terkejut, ternyata dahsyatnya perkembangan teknologi mampu berbuat seperti itu. Begitu juga platform lain seperti Website juga menjadi andalan sama kayak Klinik Hukum Rewang Rencang ini. 🙂 Jadi sekarang Rencang tau ya yang harus kamu lakukan, cara paling gampang namun bisa jadi paling efektif dan efisien ya membangun reputasi atau mem-branding Merek kamu melalui sosial media.
3. Cari segmentasi produk yang tepat
Cara ini sungguh cara yang generik, ya Admin tau banget. Dimanapun, kelas wirausaha apapun, siapapun ahli bisnis, pasti akan memasukkan cara ini sebagai tips dan trik. Namun jangan mentang-mentang kamu sudah sering mendengarkan, lalu terkesan meremehkan. Cara ini memang cara sederhana yang tidak mudah, tapi efektif dan walaupun tidak selalu efisien. Lihat saja Viennetta, sebenarnya menurut admin sang legenda gagal mengarahkan pada segmentasi produk yang tepat sasaran. Meskipun Admin yakin, dari awal perusahaan Wall’s sudah menentukan kaum menengah keatas sebagai segmentasi utama produk ini. Tapi karena sarana yang tersedia terbatas dan keadaan yang kurang mendukung, produk justru hanya menyasar pada kalangan atas alias kalangan elit. Mungkin inilah salah satu penyebab kenapa Ice Cream Wall’s Viennetta berhenti produksi, karena tidak mampu menyasar kalangan dengan potensi penjualan tinggi! Yap, Viennetta gagal mencapai saluran pencernaan kaum menengah yang unggul secara kuantitas. Jika hanya kalangan atas atau kalangan sangat elit saja yang mampu menikmati padahal jumlahnya sangat sedikit, bukan tidak mungkin Closing produk ini rendah. Dan memang kondisi ekonomi makro saat itu tidak mendukung mulusnya produk ini sampai di lambung rakyat menengah.
Begitu juga dengan sarana yang dipakai untuk mencapai promosi itu kurang tepat yaitu beriklan di Televisi. Sedangkan saat itu pemilikan Televisi sedang menjamur karena hampir tiap rumah sudah memiliki Televisi. Namun sayangnya, tidak setiap keluarga mampu atau mau membeli produk Viennetta itu. Apalagi iklan itu ditampilkan dengan cukup masif, di bulan Ramadhan pula. -_- Viennetta seharusnya melakukan seperti yang dilakukan oleh produsen mobil Lamborghini yang minim iklan karena menjaga eksklusifitasnya. Sehingga Viennetta akan minim pengeluaran dan mencapai efektivitas dalam sejarahnya. Namun pada saat itu, Viennetta memang tidak punya pilihan lain selain beriklan melalui Televisi yang memang di awal tahun 1990an termasuk barang langka. Sekarang dengan kecanggihan teknologi dan kemudahan mengakses informasi, Admin yakin permintaan akan Viennetta akan melonjak signifikan tidak hanya dari segmentasi elit, tapi juga kaum pelajar dan pekerja yang sudah bisa mengusahakan untuk membelikan sang legenda.
Dan Admin yakin, Viennetta sudah mengubah segmentasinya agar dapat dinikmati oleh kalangan menengah juga sehingga bisa mendulang keuntungan yang lebih. Hal bisa dilihat dari visualisasi Viennetta yang berbeda dari pada saat Admin kecil dulu. Sekarang terlihat lebih tipis dan tidak berlapis-lapis seperti dulu. Mungkin karena itulah, harganya bisa ditekan hingga bisa didapatkan dengan merogoh kocek sebesar Rp.60.000,- saja. Mungkin jika model dulu dijual lagi dengan bentuk dan komposisi yang sama, harganya bisa tembus Rp.100.000,- deh. Kembali lagi hanya bisa dinikmati oleh kalangan elit. Mungkin bisa dijangkau oleh generasi milenial yang sekarang sudah memiliki pemasukan finansial, tapi hanya sekedar untuk memuaskan mimpi masa bahagia yang tidak dapat menikmati sang legenda. Hanya untuk memenuhi hasrat dahaga penasaran, tapi bukan untuk konsumsi yang keseringan. Sedangkan jika dipatok dengan harga sekitar Rp.60.000,- menurut Admin masih lumrah dan affordable untuk dijadikan makanan di kala bosan atau untuk disajikan bersama teman. Namun yang pasti hikmah yang dapat diambil dari “Segmentasi yang tepat namun sarana yang tidak tepat” cerita si Viennetta ini adalah: Walaupun gagal mencapai target penjualan skala besar, tapi reputasinya sukses bersarang di benak banyak orang.
Sudah capek membaca artikelnya? Admin rasa kamu yang hidup di masa itu tidak bosan bernostalgia membaca kisahnya dan sotoynya Admin dalam artikel ini. So Admin mau tanya sekali lagi kepada Rencang-Rencang semua, sudahkah Merek kamu didaftarkan? Jika belum, maka momentum Corona/Covid-19 ini menjadi waktu yang tepat untuk melengkapi legalitas kamu. Sehingga ketika pandemi reda, kamu bisa memamerkan Merek kamu sebagai ajang promosi yang bisa meningkatkan animo konsumen dan klien kamu. Jadi tunggu apa lagi? Kalau mau mendaftar Merek, kamu bisa mengunjungi laman Katalog Merek ini atau hubungi kami dengan mengakses “Merek” WhatsApp di pojok kiri bawah layar kamu ya!
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya
Civitas Akademika ilmu hukum yang terfokus di bidang Hukum Bisnis, Hukum Ekonomi dan Hukum Teknologi.