Pemerintah khususnya Kementerian Agama terlihat dilema dalam menangani kebijakan Sertifikasi Halal. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mencoba merubah kebijakan itu. Sertifikasi yang sedari dulu kala dipegang oleh Majelis Ulama Indonesia, dicoba untuk dipindahkan kewenangannya kepada badan khusus. Badan itu ialah Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.
Kewenangan
Badan ini secara normatif berwenang untuk :
-Merumuskan dan menetapkan kebijakan Jaminan Produk Halal (JPH)
-Menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria JPH
-Menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada produk
-Menyelenggarakan registrasi Sertifikat Halal pada produk luar negeri
-Memberi sosialisasi, edukasi dan publikasi Produk Halal
-Mengakreditasi Lembaga Penjamin Halal
-Membina Auditor Halal
-Melakukan kerjasama penyelenggaraan JPH dengan lembaga dalam an luar negeri
Namun yang harus Rencang-Rencang ketahui, pemerintah ternyata mulai kesulitan menyelenggarakan Halal. Pemerintah terlihat kekurangan sumber daya, sehingga hingga saat ini pengurusan Sertifikasi Halal masih dipegang oleh MUI sampai BPJPH dibentuk. Jika BPJPH telah dibentuk dan siap menangani, barulah kewenangan dialihkan. Namun untuk sementara ini, MUI masih tetap memiliki peran strategis sehingga BPJPH yang ada saat ini mengandalkan kerjasama dengan MUI. MUI jika BPJPH sudah siap menyelenggarakan Halal, akan menjadi salah satu Lembaga Penjamin Halal.
Faktanya…
Rencang yang punya bisnis halal harus tau, potensi produk Halal di Indonesia sangat besar. Produk yang sudah tersertifikasi Halal ya Rencang, bukan cuma produk yang ngaku-ngaku Halal tapi ga mau melakukan Sertifikasi Halal (itu namanya dzolim ke pelanggan, lho). Nilai ekonomi produk yang sudah tersertifikasi Halal ditaksir sebesar US$ 2,1 triliun. Indonesia sendiri berkontribusi sebesar 10% dari total nilai ekonomi Halal di dunia. Besarannya sampai US$ 214 miliar di tahun 2017 lho! Permintaan produk halal global tumbuh tinggi hingga 9,5% tahun ini, sekitar US$3,7 triliun. Bukan cuma pendapatan, tapi juga investasi untuk produk halal bahkan mencapai US$ 8,8 miliar pada 5.500 proyek. Di Indonesia sendiri pada tahun 2018, investasi produk halal mencapai angka US$ 3,5 miliar. Pada tahun 2025 diprediksi nilainya membengkak hingga US$ 330,5 miliar! Bayangkan Rencang, sebegitu besarnya peluang ekonomi produk Halal jika Sertifikasi Halal ditangani dengan benar. Rencang sudah Sertifikasi Produk Halal belum? 😉
Untuk menangani pertumbuhan investasi bisnis produk Halal itu, BPJPH berencana menggandeng 57 Lembaga Pemeriksa Halal salah satunya adalah MUI. Sudah terdapat 172 calon auditor Halal yang telah memenuhi ketentuan minimal memiliki 3 auditor Halal. Rencananya Oktober kemarin akan dimulai penyelenggaraan Produk Halal. Tapi ternyata terganjal uji kompetensi auditor Halal oleh MUI.Sehingga fungsi BPJPH jadi mandek danmemperburuk suasana yang menjadi tidak kondusif serta tekanan banyak pihak. Karenanya kewenangan Sertifikasi Halal dikembalikan ke MUI lagi. Adanya penentuan kebijakan yang dilematis itu berdampak ke penyelenggaraan Sertifikasi Halal lho, Rencang. Terdapat banyak sekali kebijakan administratif prosedural yang berubah-ubah, memaksa kami melakukan follow up dan penelitian lebih lanjut.
Tapi…
Tapi tenang aja, semua kami lakukan untuk kenyamanan Rencang-Rencang sekalian. Rencang hanya tinggal perlu menghubungi kami, bernegosiasi, duduk manis sampai Auditor Halal datang, dan pamerkan Sertifikat Halal ke pelanggan. Mudah bukan? 😉 Untuk informasi lebih lanjut silahkan klik laman ini atau hubungi kami dengan mengklik logo WhatsApp di pojok kiri bawah layar kamu.
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya