Dalam ilmu hukum, kita mengenal istilah “Fiksi Hukum” yang dimana setiap orang di anggap tahu hukum. Penggunaan istilah inilah yang dijadikan landasan oleh Pemerintah ataupun pihak berwenang lainnya untuk menerapkan hukum dan/atau membebankan sanksi terhadap warga negara. Namun kenyataanya masih banyak masyarakat awam yang buta atau salah pemahaman terkait hukum. Salah satunya adalah terkait pemaknaan Fungsi dan Keabsahan Materai. Dalam penggunaannya, sebagian besar masyarakat awam menganggap bahwa Materai merupakan obat mujarab untuk mengobati segala penyakit hukum yang tengah menggerogoti pihak-pihak berperkara. Baik itu dalam kasus pemerkosaan, pencurian, penggelapan ataupun gesekan antar umat beragama. Sebab tidak jarang masyarakat menganggap bahwa Materai memiliki efek untuk memperkuat daya ikat suatu perjanjian. Bahkan, ada juga yang mengganggap bahwa Materai merupakan syarat sah dari perjanjian itu sendiri. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana peran materai dalam hukum perjanjian?
Secara Norma
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai, sejatinya telah dijelaskan bahwa fungsi materai hanyalah sebatas pajak dokumen. Pajak itu dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu. Jadi esensi dari keberadaan Materai bukanlah sebagai penambah daya ikat atau syarat sahnya sebuah perjanjian. Melainkan sebagai pajak atau objek pemasukan yang dihimpun dari dana masyarakat yang dikenakan terhadap dokumen-dokumen tertentu (surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, akta notaris termasuk salinanya, akta yang dibuat oleh PPAT, surat yang memuat uang lebih dari 1000.000, surat berharga, dan efek dengan nama).
Kemudian apakah perjanjian yang tidak disertai Materai tetap sah?
Jawabanya adalah tetap sah. Dikarenakan dalam pasal 1320 KUHPerdata syarat sah perjanjian meliputi kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya objek perjanjian, dan suatu sebab yang halal. Namun, apabila perjanjian tersebut akan digunakan sebagai alat bukti, pihak yang berkaitan harus melunasi terlebih dahulu pajak dokumen perjanjian tersebut. Sebagaimana ketentuan Bea Materai yang tertuang dalam Pasal 1 huruf a Kepmenkeu No. 476/KMK.03/2002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Marerai dengan Cara Pemateraian Kemudian. Ketentuan itu menyatakan “pemateraian kemudian dilakukan atas dokumen yang semula tidak tertuang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.”
Kekuatan Pembuktian tanpa Materai
Kekuatan pembuktian perjanjian tersebut sama dengan perjanjian yang telah bermaterai. Tapi untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti, perjanjian tersebut harus memenuhi syarat administratif terlebih dahulu. Itulah peran Materai dalam Hukum PerjanjianLebih lanjut, untuk mempermudah anda dalam membuat surat perjanjian yang kuat baik secara pembuktian atau pun substansi, rencang-rencang (teman-teman) dapat memanfaatkan Klinik Hukum Rewang-Rencang untuk membuat kontrak sesuai kebutuhan bisnis. Kami juga menyediakan layanan konsultasi gratis. Jadi tungggu apalagi? segera Kunjungi linimasa kami atau hubungi melalui WhatsApp di pojok kiri layarmu.
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya