Jika Hakim memiliki ciri khas warna-warni glossy pada jubahnya, lain halnya para Jaksa sang Adhyaksa yang memiliki ciri khas kostum berwarna coklat doff pada PDH nya. Masih banyak masyarakat yang bias dengan peranan seorang Jaksa. Bahkan dalam filosofinya, Jaksa adalah Adhyaksa yang jika dilihat dari sudut pandang sejarah sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Adhyaksa sendiri menurut peneliti dari Belanda adalah Hakim Tertinggi. Namun pandangan lain menyatakan bahwa Adhyaksa lebih kepada pengawas. Bias peran Jaksa sedari dulu ini juga terjadi hingga saat ini. Jika merujuk pada penafsiran Adhyaksa justru terlihat sebagai Hakim atau Polisi. Namun filosofi Adhyaksa justru melekat pada Kejaksaan Republik Indonesia dan pranata yang ada di dalamnya. Sehingga di artikel kali ini, kita akan mengulik tentang Jaksa sebagai salah satu Profesi Hukum di Indonesia.
Jaksa di tengah Hukum Acara Pidana
Jika melihat dari bangunan Hukum Acara Pidana di Indonesia, posisi peran Jaksa sebenarnya benar-benar “sentral” alias berada di tengah. Bukan dalam artian profesi Jaksa merupakan yang paling utama, bukan. Karena setiap profesi hukum memiliki posisi masing-masing, maka dapat dikatakan tidak ada yang benar-benar berada di “sentral” secara peran. Kalau mau dipaksa pun, justru Hakim yang memiliki posisi sentral itupun karena statusnya sebagai muara akhir penegakan hukum. Oke mari kita membahas terlebih dahulu mengenai Hukum Acara Pidana. Hukum Acara Pidana mudahnya adalah prosedur untuk menegakkan Hukum Pidana. Sehingga jika diibaratkan Hukum Pidana adalah tiang yang sedang rebahan, maka Hukum Acara Pidana adalah cara untuk memberdirikan tiang itu. Konsep Hukum Acara Pidana di Indonesia jika dilihat dari prosedurnya dapat disederhanakan menjadi lima tahapan sebagai berikut:
Penyelidikan – Penyidikan – Penuntutan – Persidangan – Eksekusi
Pernah istilah “Penuntut Umum”? Nah peran Jaksa sendiri adalah sebagai penuntut yang melakukan penuntutan suatu perkara. Jika dilihat dari alur diatas, terlihat tahap penuntutan benar-benar berada di “tengah” kan. 😀 Tapi memang jika dipikir-pikir, peran dari seorang Jaksa memang menjembatani perkara kok. Artinya Jaksa bertindak untuk menyeleksi perkara mana yang memenuhi atau tidak memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti dalam persidangan. Mudahnya, Jaksa akan melihat pasal mana yang digunakan dan barang bukti apa yang disajikan. Pasal itu adalah pasal yang disangkakan oleh polisi kepada tersangka ya Rencang. Jaksa akan melihat apakah pasal tersebut sudah cocok atau belum. Kemudian apakah sudah ada cukup alat bukti untuk membawa perkara ke persidangan? Jadi bisa dikatakan walaupun bukan sebagai pintu masuk perkara, peran Jaksa adalah sebagai pintu masuk suatu perkara ke persidangan.
Jaksa dalam Struktur dan Substansi
Struktur kalau katanya Lawrence Meir Friedman adalah lembaganya. Secara struktural sendiri, Kejaksaan Republik Indonesia berada di ranah Eksekutif dan langsung dibawah presiden. Jaksa Agung memang ditunjuk langsung oleh prerogatif presiden, seperti Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Sekilas, corak ini memiliki kemiripan dengan badan yang paling relevan dengan Kejaksaan di masa kolonialisme Belanda. Terdapat badan yang disebut sebagai Openbaar Ministerie yang berperan seperti Jaksa namun memiliki misi terselubung sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Kolonial Belanda dalam menegakkan hukum pidana kolonial. Akan tetapi, Jaksa di masa ini dituntut untuk bekerja se-objektif mungkin walaupun secara struktural berada di bawah presiden. Sedangkan secara substansi alias hukum positif, profesi Jaksa diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Nah Rencang, itu tadi uraian singkat mengenai profesi hukum para Jaksa sang Adhyaksa. Kamu tertarik menjadi Jaksa? Atau sedang ingin mengintip profesi hukum lainnya? Bisa simak artikel-artikel menariknya di tautan ini yaaa.
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya
Civitas Akademika ilmu hukum yang terfokus di bidang Hukum Bisnis, Hukum Ekonomi dan Hukum Teknologi.