GAds

Pengaturan NFT sebagai HKI

Pengaturan NFT sebagai HKI

Di kesempatan sebelumnya (dan sebelum-sebelumnya lagi 😀 ) kita telah mendiskusikan secara lengkap tentang apa itu NFT. Bahkan di post tepat sebelum ini, kita mempertanyakan mungkinkah NFT menjadi bentuk HKI baru yang berlaku di dunia maya untuk mengamankan karya atau aset digital? Kita telah mengambil contoh seperti Indikasi Geografis, HKI yang sebelumnya tidak dikenal terutama pada saat berlakunya “rezim hukum” Merek lama yang tidak secara spesifik mengatur tentang Indikasi Geografis. Juga tentang Ekspresi Budaya Tradisional atau EBT, yang jika RUU-nya diundangkan akan menciptakan jenis HKI baru yang berlaku di Indonesia. Maka terlihat jelas bahwa pengaturan hukum melalui regulasi adalah koentji, bukan?

Nah bagaimana dengan NFT ini? Mungkinkah NFT menjadi jenis HKI baru yang menaungi pendaftaran aset atau karya digital di jagad dunia maya? Kita akan membahas poin-poin berikut ini:

  1. Penentuan Wilayah Hukum Keberlakuan dan Aspek Formal Regulasi

Meskipun Indikasi Geografis dan Ekspresi Budaya Tradisional sebelumnya tidak dikenal di Indonesia, namun secara internasional terdapat pengaturan dalam lingkup internasional yang digencarkan oleh WIPO (World Intellectual Property Organization), DJKI-nya dunia. Nah walaupun NFT tidak diatur secara internasional, masih dimungkinkan agar HKI diatur di Indonesia. Kuncinya, ya memiliki pengaturan yang spesifik (walaupun memang lebih bagus lagi jika WIPO mengakomodasi NFT sebagai HKI. Di Indonesia juga secara formal seharusnya dibentuk melalui undang-undang (bukan peraturan yang lebih rendah), agar sejajar dengan HKI lain. Jika tidak, nanti bisa-bisa dianggap NFT sebagai substitusi dari HKI lain, hak cipta misalnya.

  1. Ruang Lingkup HKI

Kasus gesekan antar HKI sendiri sudah sering terjadi. Bukan lagi hal baru, dan bahkan menjadi PR masyarakat hukum HKI kedepannya. Misalnya kasus Merek Nyonya Meneer vs Hak Cipta Nyonya Meneer yang terkenal itu. Maka, sudah sepatutnya NFT jika ingin menjadi HKI, memiliki ruang lingkup yang jelas dan tidak sampai bergesekan dengan HKI lain, lagi-lagi Hak Cipta misalnya. Perlu dipikirkan matang-matang tentang ruang lingkup ini seperti waktu deklarasi, prinsip significantly different, pembuktian atas sumber dari suatu karya, hingga dimana pemanfaatan suatu karya tersebut dilakukan.

  1. Institusi yang Menaungi

Inilah yang menjadi dilema untuk melembagakan NFT sebagai HKI. Dimana konsep benda kripto lain seperti kriptografi (dan termasuk juga NFT) ini bersifat terdistribusi. Artinya memang secara alamiah, aset-aset kriptografi itu tidak tergantung pada institusi tertentu seperti pemerintahan. Sifatnya murni ditransaksikan oleh antar pengguna kriptografi. Kasarannya dari, oleh dan kepada dunia kripto itu sendiri. Tidak ada campur tangan otoritas tertentu sebagai penguasa. Implikasinya, kegiatannya menjadi tidak bersifat sentralistis. Hal ini berbeda dengan HKI yang tergantung pada pemerintah baik dunia (WIPO) maupun negara (DJKI). Memang sepertinya pengaturan yang terbaik adalah pengaturan skala internasional ya, Rencang. 🙂

  1. Aspek Penegakan Hukum

Sudah mulai pusing? Karena pembahasan sebelumnya juga memiliki keterkaitan dengan yang satu ini. Bagaimana jika terjadi sengketa, perselisihan atau permasalahan hukum? Apalagi bentuk karya dari NFT sendiri walaupun bersifat unik, tapi memiliki kemungkinan kemiripan dengan HKI lain. Nah, inilah sumber masalahnya Rencang! HKI sendiri sangat sensitif dengan kemiripan, seberapapun muncul argumentasi “serupa tapi tak sama” yang dilontarkan. Bagaimana jika foto Ghozali yang mengalungkan handuk sambil menghadap ke kanan, hanya di flip menjadi menghadap ke kiri lalu didaftarkan NFT yang berbeda? Apakah ini tidak terlihat sebagai sumber masalah? Itu baru benturan dengan sesama NFT (jika kelak menjadi HKI). Lalu bagaimana jika tertabrak dengan HKI lain? Kita belum juga membahas tentang lembaga mana yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah hukum tersebut. Pengadilan Niaga, kah?

  1. Titik Singgung dengan HKI Lain

Selain potensi masalah secara substansial, ada juga permasalahan mengenai pemanfaatannya. Misalnya, apakah suatu NFT yang sudah terdaftar dalam lembaga NFT sebagai HKI dapat dimanfaatkan sebagai Merek? Bagaimana jika ada pihak lain yang mendaftarkan aset digital tersebut terlebih dahulu sebagai Merek untuk usahanya di dunia nyata? Membahas mana yang menang antara NFT sebagai HKI vs. Merek, pasti akan seseru perseteruan antara Hak Cipta Nyonya Meneer vs. Merek Nyonya Meneer! Belum jika NFT tersebut dimanfaatkan sebagai objek desain industri, yang dicetak pada fesyen misalnya? Kemudian contohlah jika kemasan ikonik Kinder Joy yang terdaftar dalam desain industri itu dipotret kemudian didaftarkan HKI-NFT, mungkinkah muncul permasalahan hukum kedepannya?

Ternyata seru ya Rencang jika membahas mengenai NFT sendiri. Dan mungkin tidak akan ada habisnya sih hehehe. Itu semua baru “sedikit” yang admin pikirkan tentang NFT jika ingin menjadi HKI. Tentu saja akan ada sangat banyak sekali aspek di luar sana jika kita kaji lebih dalam. Kami tunggu penelitianmu ya, Rencang! 😀

#TerbaikTercepatTerpercaya

#KlinikHukumTepercaya

#SemuaAdaJalannya

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Mulai WA
    1
    Hubungi Kami
    Halo Rencang, ada yang bisa kami bantu?