Perang Dagang AS VS China: Dampaknya terhadap Barang Konsumen di Indonesia
Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memuncak. Presiden Donald Trump, dalam pernyataan terbaru, telah memberlakukan tarif impor hingga 245% terhadap berbagai produk asal Tiongkok. Di sisi lain, pemerintah Tiongkok merespons dengan menaikkan tarif balasan sebesar 125% atas barang-barang asal AS (per 17 April 2025).
Meskipun perang dagang ini tampaknya hanya melibatkan dua negara adidaya, namun dampaknya bersifat global. Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki keterkaitan erat dalam rantai pasok internasional tentunya juga berdampak besar.
Salah satu aspek yang paling nyata terasa adalah pada sektor konsumsi masyarakat berupa produk-produk sehari-hari.
Dampak Terhadap Barang Konsumen
Elektronik dan Gadget
Sebagian besar produk elektronik dan gadget di pasar Indonesia mulai dari ponsel pintar, laptop, hingga peralatan rumah tangga mengandalkan komponen dari Tiongkok. Gangguan pasokan, baik karena pembatasan produksi maupun redireksi ekspor, dapat menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga.
Tekstil dan Produk Fashion
Bahan baku tekstil, mesin produksi, dan bahkan sebagian produk jadi dalam industri fashion domestik masih bergantung pada China. Jika tarif tinggi menyebabkan pelemahan industri manufaktur di Tiongkok, maka efek berantainya bisa mengganggu ketersediaan bahan bagi industri tekstil lokal, serta mendorong kenaikan harga produk akhir.
Mainan Anak dan Kebutuhan Rumah Tangga
Mainan anak-anak, alat tulis, dan kebutuhan rumah tangga banyak yang merupakan hasil impor langsung dari China. Dalam jangka menengah, perang tarif dapat memperlambat distribusi produk-produk ini dan mengerek harga jual di pasar domestik.
Komponen Kendaraan dan Baterai
Sektor otomotif, termasuk kendaraan listrik dan motor listrik yang tengah berkembang di Indonesia, sangat bergantung pada baterai dan komponen asal Tiongkok. Gangguan dalam rantai suplai dapat menghambat penetrasi pasar EV (electric vehicle) dan menahan pertumbuhan sektor ini di Indonesia.
Mengapa Indonesia Terpengaruh?
Sebagai negara dengan keterbukaan ekonomi yang tinggi, Indonesia merupakan bagian dari jaringan perdagangan global. Tiongkok sendiri merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Ketika terjadi gangguan pada aliran barang global akibat perang tarif, efek domino tak terhindarkan.
Dampak dari perang dagang antara AS VS China berdampak bagi perekonomian Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dampak jangka pendek bagi Indonesia sudah terlihat dari turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) beberapa waktu lalu. Dalam jangka panjang dampak perang dagang tersebut akan berpengaruh hampir di seluruh sektor produksi.
Banyak produk yang dijual di Indonesia merupakan hasil akhir dari rantai produksi multinasional. Artinya, meskipun barang tidak diimpor langsung dari China, komponennya mungkin berasal dari China. Ketika komponen tersebut menjadi lebih mahal atau langka, biaya produksi global pun meningkat, begitu juga di Indonesia. Kondisi demikian pada akhirnya dapat membebani konsumen.
Peluang di Tengah Risiko
Kendati ancaman terhadap stabilitas harga dan pasokan barang konsumen cukup signifikan, kondisi ini juga membuka celah bagi Indonesia. Permintaan global yang berpindah dari China dapat diarahkan ke negara-negara alternatif, termasuk Indonesia. Sektor seperti tekstil, furniture, dan makanan olahan memiliki potensi ekspor yang dapat ditingkatkan.
Namun, peluang ini hanya bisa dimanfaatkan jika Indonesia mampu menawarkan daya saing harga, kualitas, dan keandalan pasokan hal yang memerlukan dukungan kebijakan industri dan logistik dari pemerintah.
Kesimpulan
Perang dagang antara Amerika Serikat VS China memiliki dampak nyata bagi konsumen di Indonesia. Kenaikan harga, gangguan pasokan, dan ketidakpastian pasar menjadi risiko yang perlu diwaspadai, terutama pada sektor-sektor konsumsi utama. Meskipun terdapat peluang untuk mengambil peran baru dalam rantai pasok global, realisasinya menuntut kesiapan dari sisi industri dan kebijakan nasional.
Dalam situasi seperti ini, kebijakan perdagangan yang adaptif dan perlindungan terhadap konsumen menjadi penting. Perang tarif mungkin terjadi ribuan kilometer jauhnya, tetapi efeknya bisa terasa hingga ke rak-rak supermarket dan dompet masyarakat Indonesia.
