Sound Horeg: Dari Jalanan Menuju Pengakuan Budaya 
Di tengah hiruk-pikuk perayaan di Jawa Timur, fenomena sound horeg mencuri perhatian. Truk-truk dengan sistem audio bertenaga tinggi, dihiasi lampu warna-warni, mengiringi berbagai acara seperti takbir keliling, karnaval, hingga hajatan desa. Dentuman bass yang mengguncang bukan sekadar hiburan, melainkan telah menjadi bagian dari identitas budaya lokal.
Apa Itu Sound Horeg?
Istilah sound horeg berasal dari kata “sound” (suara) dan “horeg” yang dalam bahasa Jawa berarti “bergetar”. Fenomena ini melibatkan penggunaan sistem audio besar yang dipasang di atas kendaraan, menghasilkan suara musik yang menggelegar hingga menciptakan getaran di sekitarnya. Awalnya populer di Malang, tren ini menyebar ke berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Banyuwangi dan Jember.
Salah satu ekspresi budaya masyarakat tersebut sampai detik ini masih sering menjadi pembicaraan hangat di kalangan publik, bukan hanya di wilayah Jawa Timur, hampir seluruh masyarakat Indonesia mengetahui sound horeg.
Sayangnya, dalam perayaan sound horeg seringkali dibarengi dengan beberapa hal yang cukup meresahkan masyarakat. Seringkali sound horeg dianggap mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas umum, sampai merusak lingkungan.
Perlindungan HKI untuk Sound Horeg
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Timur melihat potensi budaya dalam sound horeg. Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jatim, Haris Sukamto, menyatakan bahwa sound horeg merupakan hasil karya anak bangsa yang layak mendapatkan perlindungan HKI. Namun, karena fenomena ini bersifat komunal dan tidak dimiliki oleh individu tertentu, perlindungan HKI akan diberikan kepada komunitas, bukan perorangan.
“Kami ke depan akan memberikan penghargaan kepada para pelaku atau pencipta ide, dalam bentuk sound horeg ini, karena ini hasil karya,” ujar Haris Sukamto.
Bentuk HKI yang Relevan
Beberapa bentuk HKI yang dapat diterapkan pada sound horeg antara lain:
Hak Cipta: Melindungi karya musik atau aransemen khas yang digunakan dalam sound horeg. Hak cipta yang dilindungi dalam sound horeg tentunya harus memenuhi ketentuan dan syarat dari suatu karya dapat dikatakan sebagai hak cipta.
Desain Industri: Melindungi desain visual truk atau sistem audio yang unik dan khas. Dengan adanya desain industri tentunya bentuk kreativitas penyusunan estetika sound horeg dapat terlindungi.
Merek Dagang : Sound horeg dapat didaftarkan merek dagang jika pelaku bisnis sound horeg mendaftarkan perlengkapan audionya menjadi merek dagang. Hal tersebut bertujuan agar merek dagangnya tidak ditiru oleh orang lain. Sound horeg sendiri dapat masuk kelas 9 atau 15 tergantung dengan kebutuhan.
Ekspresi Budaya Tradisional (EBT): Melindungi ekspresi budaya yang tumbuh dan berkembang dalam komunitas, seperti penggunaan sound horeg dalam tradisi lokal. Tetapi sebelum mendaftarkan sound horeg menjadi EBT, sound horeg harus memenuhi persyaratan dari EBT itu sendiri.
Antara Budaya dan Kontroversi
Meskipun sound horeg dianggap sebagai ekspresi budaya, tidak sedikit yang mengkritiknya sebagai sumber polusi suara. Beberapa insiden, seperti kerusakan properti dan gangguan kenyamanan warga, menjadi perhatian. Namun, Kemenkumham Jatim menekankan pentingnya pembinaan dan pengaturan agar kreativitas ini tetap bisa dinikmati tanpa mengganggu masyarakat.
Kemenkumham Jatim berencana menjalin komunikasi dengan komunitas sound horeg untuk mendorong legalisasi dan pengakuan karya mereka. Langkah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum sekaligus mendorong perkembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal.
Semua hal pasti memiliki sisi positif dan negatif, begitu juga dengan sound horeg. Meskipun mayoritas masyarakat menganggap bahwa sound horeg berdampak negatif, tetapi pemerintah melihat ada potensi yang akan menguntungkan banyak pihak. Langkah ini tentunya harus dibarengi dengan edukasi dan penegakan hukum yang tegas bagi siapapun yang melanggar hukum dari pelaksanaan sound horeg.
Kesimpulan
Sound horeg bukan sekadar dentuman musik di jalanan, melainkan representasi dari kreativitas dan identitas budaya masyarakat Jawa Timur. Dengan perlindungan HKI yang tepat, fenomena ini dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi budaya dan ekonomi lokal.
