Sesaat setelah pandemi melanda dan mulai mereda, salah satu klien yang memiliki usaha kosmetik datang ke kantor kami. Sebut saja namanya Valentino Rossi (nama disamarkan), yang memiliki merek yaitu Sigma Lab (bukan merek sebenarnya). Usahanya bergerak di bidang kosmetik, namun tidak memproduksi produknya sendiri. Ia mengambil dari pihak lain yang memang merupakan produsen dari produk kosmetik. Konsep ini yang umum kita sebut sebagai maklon, dimana pengusaha atau perusahaan hanya melakukan distribusi atau penjualan produk kosmetik dengan merek yang dimilikinya, sedangkan produksinya dilakukan oleh perusahaan lain yang memang spesialisasinya bergerak di bidang produksi produk kosmetik.
Awal Perjalanan Membangun Bisnis Kosmetik
Nah tadi sudah dijelaskan bahwa bukan dirinya sendiri yang memproduksi, melainkan ada rekanan usaha lain. Dia hanya melakukan distribusi atau penjualan produk kosmetik. Diketahui juga bahwa ia menjual dengan nama mereknya sendiri, yang dalam hal ini yaitu Sigma Lab. Klien kita ini merupakan pengusaha yang cerdas dalam membaca pasar. Ia merasakan animo pasar kosmetik meningkat, seiring dengan tren penjualan yang meroket. Apalagi kala itu, banyak bermunculan kosmetik-kosmetik lokal yang dipopulerkan oleh artis dan influencer. Jadi bukan hanya pabrik kosmetik generik yang sudah ada di pasaran dan dipasarkan melalui minimarket dan supermarket saja yang menjajakan produk kosmetik. Melainkan merek-merek lokal juga turut menancapkan taringnya di kancah perkosmetikan. Apalagi, muncul tren toko-toko kosmetik dengan segala pernak-perniknya yang menarik perhatian konsumen, termasuk menggencarkan promosi dan diskon.
Valentino, melihat peluang itu, juga turut memeriahkan kompetisi penjualan kosmetik dengan meluncurkan produk kosmetiknya sendiri. Ia beri nama merek “Sigma Lab”. Sebetulnya karena mengandalkan maklon, sehingga ia tidak terfokus pada aspek produksi. Modal yang dia keluarkan hanya untuk membeli produk dari pabrik maklon, dan memasarkannya. Marketing menjadi biaya yang paling besar ia alokasikan selama membangun kerajaan kosmetik yang ia namakan “Sigma Lab”. Ia membangun relasi dengan banyak pihak, termasuk calon konsumen dari teman, rekan dan kenalannya. Ia juga mendekati toko-toko retailer yang khusus menjual produk kosmetik. Tak lupa, dunia marketing ia selami betul-betul, Mulai dari membangun website, meramaikan sosial media seperti Instagram, YouTube dan TikTok, hingga melakukan endorse kepada para influencer.
Singkat cerita, usahanya tak sia-sia. Bisnis kosmetik yang ia geluti berkembang sangat pesat. Angka penjualan meningkat dari waktu ke waktu. Tak main-main, kancah influencer yang sudah mengendorse produknya bukan lagi dari tingkat lokal, melainkan sudah sampai level nasional. Ditambah karena banyak yang puas dengan produknya, testimoni penjualan sangat positif. Bukan sampai situ saja, banyak konsumennya yang puas dengan kualitas dan hasil produk kosmetiknya, secara sukarela juga turut “mengiklankan” untuk memperkenalkan produknya melalui akun pribadi. Maka, sempurnalah sudah reputasi usaha yang ia bangun. Selain sudah menjalankan digital marketing secara efektif dan melakukan endorse kepada influencer, produknya juga tersebar dari mulut ke mulut.
Sudah Waktunya Mendaftarkan Merek Kosmetik (?)
Celakanya, Valentino baru teringat di tengah jalan, bahwa ia sama sekali belum menyentuh legalitas usahanya. Satu-satunya aspek hukum yang ia pegang hanyalah perjanjian kemitraan antara ia dengan produsen maklon produk kosmetik, itupun ia tidak tahu persis isinya karena terlalu banyak bahasa hukum dan istilah hukum yang memusingkan kepala. Ia hanya tahu spesifikasi produk yang ia minta dari pabrik maklon, serta penggunaan nama “Merek”: Sigma Lab, yang rupanya bukan benar-benar merek. Mengapa demikian? Walaupun ia sebut Sigma Lab itu sebagai mereknya, namun “merek” tersebut belum terdaftar. Ia hanyalah nama usaha yang menjadi identitas bisnisnya, walaupun nama tersebut tidak terdaftar resmi sebagai merek. Ia sadar, nama bisnisnya memerlukan perlindungan resmi dari negara sebagai suatu merek.
Valentino lalu bergegas mencari informasi mengenai bagaimana cara mendaftarkan merek dagang. Namun setelah sekian purnama mencoba, ia tetap tak memahami bagaimana prosedur mendaftarkan merek. Kalaupun dia ingin mencobanya, sama sekali tidak ada waktu untuk mengurus. Marketing produk kosmetik sangat menyita waktunya, terutama di siang hari saat netizen masih terbangun dan secara efektif namun tak sengaja melihat berbagai materi promosinya. Malam hari ia habiskan waktunya untuk keuangan perusahaan. Mencatat dengan jeli cuan yang ia dapatkan, mengatur anggaran dengan ketat dan seefisien mungkin, memastikan agar iklan-iklannya tidak boncos.
Apalagi ia juga harus mengawasi aktivitas packing yang dilakukan karyawannya, karena pesanan dari toko online sangat membludak. Memang kanal penjualan terbesarnya selain dari toko retail kosmetik, juga berasal dari berbagai akun seller marketplace yang ia miliki. Di Toko Ijo, Toko Oren, bahkan waktu itu mulai booming Live TikTok. Tentu ia harus memberikan layanan yang maksimal kepada kustomernya. Keterlambatan penanganan dan pengiriman pesanan adalah hal yang tabu untuknya dan pantang dilakukan. Kepuasan pelanggan nomor satu, setidaknya itulah resep utama yang ia pelajari selama berbisnis. Tengah malam, ada keluarga yang tak mungkin ia abaikan. Selain itu juga sependek pengetahuannya, aktivitas pemerintahan tidaklah efektif setelah jam 4 sore.
Mengapa Harus Mendaftar Merek di Klinik HAKI Klinik Hukum Rewang Rencang?
Di tengah desperate-nya Valentino iseng berselancar di Google, dan dia menemukan ternyata ada biro jasa yang bergerak di bidang pengurusan legalitas usaha. Itulah kami, Klinik Hukum Rewang Rencang. Untuk meyakinkan diri, Valentino menyelami portofolio serta company profile kami. Untuk mengatasi keraguan, ia lalu mendatangi kantor kami yang beralamatkan di Jl. Borobudur Agung No.26 Kota Malang. Kegusarannya sebetulnya belum sirna, maka ia mengajak salah satu rekannya yang sangat belia dalam bisnis, untuk mendaftarkan lebih dahulu merek milik temannya. Ia memang masih ragu karena sering mendengar berita korban yang tertipu dengan biro jasa legalitas abal-abal. Maka, ia menjadikan temannya untuk menjadi kelinci percobaan, dengan iming-iming dia akan membantu sebagian dari biaya pendaftaran merek.
Di sesi konsultasi itu, Valentino dan temannya bertemu langsung dengan Bapak Ivan Drago, S.H., selaku CEO dari Klinik Hukum Rewang Rencang. Valentino terkesan dengan pelayanan yang diberikan, karena dijelaskan dengan sangat detail mulai dari layanan pendaftaran merek di Klinik Hukum Rewang Rencang, apa yang diperlukan sebagai persyaratan yang harus dipenuhi, waktu pengurusan, biaya, hingga konsultasi apakah merek yang akan didaftarkan sudah pernah didaftarkan oleh orang lain atau belum. Kagum dengan pengalaman konsultasi yang diterima oleh temannya, Valentino memberanikan diri meminta bonus konsultasi merek miliknya, yang diberikan secara cuma-cuma dengan syarat telah membayar DP untuk merek milik temannya. Valentino lega ketika di cek, mereknya yaitu “Sigma Lab” belum terdaftar oleh siapapun.
Yang membuat terkejut, 14 hari kerja kemudian, telah dikabarkan oleh Klinik Hukum Rewang Rencang bahwa merek milik temannya telah terdaftar. Setelah melakukan pelunasan biaya merek, kami lalu mengirimkan dokumen bukti pendaftaran Merek secara fisik melalui kurir, dan diterima dengan baik oleh temannya. Untuk mengatasi kegusaran mendalam, Valentino juga mengajak teman-temannya yang lain untuk mendaftarkan merek mereka. Jadilah untuk beberapa saat, ia menjadi distributor atau reseller, atau yang lebih dikenal sebagai affiliator yang mengajak rekan-rekannya mendaftarkan merek ke kami. Ada belasan merek milik temannya yang telah kami daftarkan, dan rupa-rupanya Valentino juga mengambil profit dari afiliasi itu. Walaupun tidak banyak, kami juga tidak mempermasalahkan karena tidak merugikan kami.
Bagaimana Jika Merek Kita Telah Didaftarkan oleh Orang Lain?
Sibuk dengan kegiatan afiliasi pendaftaran Merek yang menguntungkan, rupa-rupanya Valentino lupa bahwa mereknya sendiri belum terdaftar. De Ja Vu, dia merasa telah menguruskan mereknya di kami, yang padahal belum mengirimkan persyaratan sama sekali. Bergegas dia kembali mendatangi kantor kami. Setelah oleh salah satu Klinik Hukum Rewang Rencang dijelaskan terkait teknis pengurusan Merek, tibalah pada saat yang mendebarkan, pengecekan merek di sistem Kekayaan Intelektual. Sistem itu dikelola oleh Direktorat Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Namun sayangnya, merek “Sigma Lab” sudah ada yang mendaftarkan. Atas dasar itu, kami kemudian menyarankan Valentino untuk melakukan rebranding. Bagaimana cara untuk melakukan rebranding yang tepat dari segi hukum? Nantikan di artikel selanjutnya ya.
Melayani segala pengurusan legalitas usaha seperti Pengurusan Izin Usaha, Sertifikasi Halal, BPOM, Pendaftaran Merek, Pendirian PT dan CV serta Pembuatan Perjanjian
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya