Sejarah revolusi industri dimulai dari 1.0, 2.0, 3.0, hingga 4.0. Fase industri merupakan real change dari perubahan. Klaus dalam bukunya berpendapat[1] :
“Dunia telah mengalami empat tahapan revolusi, yaitu: 1) Revolusi Industri 1.0 (abad ke-18) melalui penemuan mesin uap; 2) Revolusi Industri 2.0 (abad ke 19-20) melalui penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah; 3) Revolusi Industri 3.0 (tahun 1970an) melalui komputerisasi; dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010 melalui rekayasa intelegensia dan IoT sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas.”
Jika melihat lebih dalam lagi dari tahapan revolusi ini, kita dapat melihat apa saja yang dihasilkan atau apa saja bentuk-betuk revolusi tersebut.[2] Apabila diuraikan lebih lanjut, Revolusi Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi, dengan adanya perubahan besar-besaran di berbagai bidang.[3] Salah satunya yang paling bersejarah dalam Revolusi Industri 1.0 adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18.[4] Revolusi Industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu. Misalnya berdirinya rumah potong hewan di Cincinati, Ohio pada tahun 1870[5] serta penemuan pembangkit tenaga listrik dan combustionchamber.[6] Penemuan tersebut memicu invensi atas pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dan lain-lain.[7] Sedangkan Revolusi Industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot yang membuat produksi dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.[8]
Saat ini, dunia bergerak menuju Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur. Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur.[9] Istilah Industri 4.0 secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan Hannover Fair pada tahun 2011. Setelah itu, banyak negara yang mencanangkan konsep Industri 4.0 dengan istilah yang masing-masing. Menurut Lifter dan Tschiener, prinsip dasar Industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri.[10]
Revolusi Industri merupakan self-upgrading dari globalisasi. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor, yaitu : 1) Peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) Munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan dalam bidang bisnis; 3) Dikembangkannya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) Perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Dalam Revolusi Industri 4.0, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun kelincahan perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan cepat. Hal ini ditunjukkan oleh Uber yang mampu bersaing dengan pemain-pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang mampu bersaing dengan pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata.[11]
Judit Nagy, Judit Oláh, Edina Erdei, Domicián Máté dan József Popp menjelaskan bahwa fokus utama dari revolusi industri 4.0 adalah :
“The fourth industrial revolution is based on data. The way it can be gathered and analyzed, and used to make the right decisions and develop, has become a competitive factor. The source of competitive advantage, therefore, will not only be production on a coordinated or completely new basis, but also the embedding of products with digital services, i.e., how companies filter the relevant information from the generated data in order to support decision-making.”[12]
Di Indonesia, dicanangkan program “Making Indonesia 4.0” sebagai implementasi dari Revolusi Industri 4.0 dalam skala nasional. Secara normatif konsep tersebut diakomodasi dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional Tahun 2015-2019. Hal ini menunjukkan bahwasannya kebijakan hukum di Indonesia memiliki karakter responsif terhadap perubahan yang terjadi secara sosial dalam aspek kehidupan masyarakat.[13] Konsep Kampung Digital atau dalam peristilahan lain disebut sebagai Desa Digital, merupakan pengembangan digitalisasi yang telah ada sejak beberapa tahun terakhir. Misalnya Desa Lamahu yang merupakan Desa Digital pertama di Indonesia. Desa Lamahu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menyelenggarakan pelayanan digital pemerintah desa dalam melayani kebutuhan masyarakat.[14]
[1] Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution, Crown Publishing Group, New York, 2017, historical context page. dalam Banu Prasetyo dan Umi Trisyanti, Revolusi Industri 4.0 dan Tantangan Perubahan Sosial, IPTEK Journal of Proceedings Series, No.5 (2018), Hlm.22-27.
[2] Skema Revolusi Industri terlampir di bagian lampiran. Venti Eka Satya, Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0, Penerbit Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Jakarta, 2018, Hlm.20.
[3] Hanifah Nd, Ini Perkembangan Inovasi Teknologi Penanda 4 Periode Revolusi Industri, diakses dari https://www.idntimes.com/science/discovery/hanifah-yoshioka/tanda-perkembangan-4-periode-revolusi-industri-c1c2, diakses pada 23 Maret 2019, jam 09.14 WIB.
[4] Alois Wisnuhardana, Anak Muda dan Medsos, Penerbit Gramedia, Jakarta, 2018, Hlm.60.
[5] Forkomsi FEB UGM, Revolusi Industri 4.0, Penerbit CV. Jejak, Sukabumi, 2019, Hlm.73.
[6] Donny Buddy P., Sejarah Revolusi Industri 1.0 Hingga 4.0, diakses dari http://otomasi.sv.ugm.ac.id/2018/10/09/sejarah-revolusi-industri-1-0-hingga-4-0/, diakses pada 23 Maret 2019, Jam 09.59 WIB.
[7] Badan Informasi Geospasial, Memaknai Peranan Umat Islam Dalam Era Digital Masa Kini, diakses dari http://www.big.go.id/memaknai-peranan-umat-islam-dalam-era-digital-masa-kini/, diakses pada 23 Maret 2019, jam 11.48 WIB.
[8] Anik Ghufron, dkk., Modernisasi Bengkel Laboratorium Kejuruan Abad 21, Penerbit Kemendikbud, Jakarta, 2019, Hlm.156.
[9] Muhammad Yahya, Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia, Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar, 2018, Hlm.3.
[10] Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo, Industri 4.0: Telaah Klasifikasi aspek dan arah perkembangan riset, J@ti Undip: Jurnal Teknik Industri, Vol.13, No.1 (Januari 2018), Hlm.17-26.
[11] Andreas Hassim, Revolusi Industri 4.0, diakses dari https://id.beritasatu.com/home/revolusi-industri-40/145390, pada 23 Maret 2019, jam 12.38 WIB.
[12] Judit Nagy, dkk., The Role and Impact of Industry 4.0 and the Internet of Things on the Business Strategy of the Value Chain-The Case of Hungary, Jurnal Sustainability, Vol.10, No.10 (2018), Hlm.2.
[13] Fens Alwino, Kecerdasan Hukum Respons Revolusi Industri 4.0, diakses dari http://www.staging-point.com/read/2018/11/14/151205/Kecerdasan.Hukum.Respons.Revolusi.Industri.4.0., diakses pada 26 Maret 2019, jam 20.21 WIB.
[14] Aldiansyah Mochammad Fachrurrozy, Mengenal Lamahu, Desa Digital Pertama di Indonesia, diakses dari https://www.liputan6.com/regional/read/2979005/mengenal-lamahu-desa-digital-pertama-di-indonesia, diakses pada 26 Maret 2019, jam 22.17 WIB.
Civitas Akademika ilmu hukum yang terfokus di bidang Hukum Bisnis, Hukum Ekonomi dan Hukum Teknologi.
Comments (2)
Salam 1 December 2022 at 10:57 am
Terima kasih untuk infonya perihal revolusi industri. Teknologi informasi dan komunikasi seperti Augmented Reality, Metaverse, Virtual Reality Indonesia juga mulai mengikuti perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Amalia Rahmawati 23 February 2023 at 10:52 am
Revolusi industri 4.0 memegang peran penting dalam digitalisasi dari seluruh proses produksi dan sistem layanan. Munculnya berbagai tren teknologi yang mendukung digitalisasi, seperti robotika, kecerdasan buatan, augmented reality, machine learning, dan internet of things. Oleh sebab itu berbagai tantangan muncul dan harus dihadapi dengan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, dengan memberikan kepada generasi muda pendidikan untuk menghadapi tantangan itu. Terima kasih.