Pada postingan sebelumnya beberapa bulan lalu, kita sudah menyimak apa yang dimaksud dengan kandungan Bisfenol A (BPA). Saat itu sempat ada pemberitaan terkait kandungan BPA pada botol susu bayi, sehingga ada kekuatiran botol susu bayi tersebut terkandung zat tersebut yang bisa membahayakan kesehatan pada bayi. Baru-baru ini kandungan BPA munculnya merambah pada air minum dalam kemasan (AMDK).
Baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali merilis terkait dengan kandungan BPA pada AMDK. Adapun pertimbangan yang dilakukan BPOM terhadap adanya kandungan BPA dalam AMDK ini adalah semakin meningkatnya tingkat konsumsi AMDK yang disebabkan masih relatif rendahnya cakupan ketersediaan air bersih/minum perpipaan di Indonesia, yang sebagaimana dilansir dari pom.go.id presentasenya baru mencapai 20,69% pada tahun 2021 dari total penduduk yang membutuhkan air minum/bersih yang memenuhi standar kualitas dan keamanan.
Saat ini, di tengah-tengah masyarakat, baik nasional maupun internasional mendapat banyak informasi terkait standar keamanan penggunaan BPA pada kemasan plastik polikarbonat (PC) yang memiliki dampak terhadap kesehatan. BPA merupakan salah satu bahan penyusun palstik PC kemasan air minum dalam galon, di mana pada kondisi tertentu dapat bermigrasi dari kemasan plastik PC ke dalam air yang dikemasnya. BPA berdampak pada kesehatan melalui mekanisme endrocine disruptor atau gangguan hormon,terkhusus hormon estrogen sehingga berhubungan pada gangguan sistem reproduksi, baik pria maupun wanita, diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental, Autism Spectrum Disorder (ASD), dan pemicu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Hal inilah yang menjadikan perhatian yang serius di kalangan internasional terkait dampak BPA terhadap kesehatan. Tahun 2018 Uni Eropa menurunkan batas migrasi BPA yang awalnya sebesar 0,6 bpj (bagian per juta) turun menjadi 0,05 bpj. Beberapa negara telah melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan, termasuk AMDK (Perancis, Brazil, Negara Bagian Vermont, serta Amerika Serikat).
Mengenai batasan penggunaan BPA di Indonesia sendiri, sebenarnya sudah diatur sedemikian rupa dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, yaitu sebanyak 0,6 bpj. Berdasarkan hasil pengawasan galon yang dilakukan BPOM per tahun 2021 dan 2022, mulai dari sarana produksi maupun peredaran, ditemukan 3,4% sampel yang tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh di sarana peredaran. Adapun detail hasil uji BPOM terhadap migrasi BPA menimbulkan kekhawatiran (berada pada 0,05 s/d 0,6 bpj) sebesar 46,97% pada sarana peredaran dan 31,91% pada sarana produksi. Hasil pengawasan kandungan BPA pada produk AMDK di atas 0,01 bpj (beresiko terhadap kesehatan) pada sarana produksi sebesar 5% sampel galon baru dan pada sarana peredaran sebesar 8,67%.
Hasil yang mengkhawatirkan itu membuat BPOM mempunyai inisiatif dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur, yaitu melakukan pengaturan pemberian label pada AMDK plastik dengan cara merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Pengaturan tersebut mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi, serta bukti ilmiah di negara lain, sebab permasalahan ini tidak hanya secara lokal/nasional, melainkan juga permasalahan global yang harus disikapi dengan cerdas dan bijak demi kepentingan kesehatan konsumen.
Agar tidak terjadi penyimpangan informasi, maka substansi dari peraturan ini adalah hanya mengatur kewajiban mencantumkan tulisan cara penyimpanan pada label AMDK: “Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” dan pencantuman label: “Berpotensi mengandung BPA” pada produk AMDK plastik PC (kecuali untuk produk AMDK dengan analisis BPA tidak terdeteksi dengan nilai Limit of Detection (LoD) ≤0,01 bpj dan migrasi BPA dari kemasan palstik polikarbonat memenuhi ketentuan perundang-undangan).
Poin penting lainnya dalam pengaturan pelabelan AMDK plastik, yaitu tidak melarang penggunaan kemasan galon PC sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi para pelaku usaha. Ini semata untuk memberikan perlindungan konsumen dan juga para pelaku usaha (tidak ada tuntutan hukum di kemudian hari). Regulasi ini hanya berlaku untuk AMDK yang mempunyai izin edar sehingga tidak berdampak terhadap depot air minum isi ulang, sehingga diharapkan dapat menggerakan pelaku usaha untuk berinovasi yang memunculkan kompetensi/daya saing untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu, serta menguntungkan masyarakat.
Melayani segala pengurusan legalitas usaha seperti Pengurusan Izin Usaha, Sertifikasi Halal, BPOM, Pendaftaran Merek, Pendirian PT dan CV serta Pembuatan Perjanjian
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya