Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan “sesuatu hal” yang dimiliki oleh orang ataupun sekelompok orang. Yang perlu Rencang ketahui, Hak Kekayaan Intelektual dalam pandangan hukum merupakan bentuk kepemilikan. Jadi walaupun “Hak” itu tidak dapat dilihat, diraba dan diterawang (eak), tapi Hak termasuk HKI dipersamakan seperti benda. Yang namanya benda, sudah pasti memiliki tuan agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sama halnya dengan HKI, memiliki tuan yang terdaftar di DJKI. Yang menarik, pasti ada saja orang yang bertanya-tanya “Sebenarnya HKI itu halal ga sih?” atau pertanyaan sejenis “HKI itu boleh ga sih dalam Islam”. Sebagai negara dengan mayoritas muslim, pertanyaan semacam itu lazim muncul di kalangan masyarakat. Oleh karena itu dalam tulisan ini, admin mencoba untuk membahas HKI dalam pandangan Syariah.
Hukum Syariah melihat Hak “Tak Terlihat”
Di dalam bahasa Arab, Harta disebut dengan al-mal atau secara jamak disebut dengan al-amwal. Menurut kamus Al-muhith karya Alfairuz Abadi, harta adalah ma malakatahu min kulli syai atau segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang manusia. Hak milik dalam arti bahasa (lughoh), diartikan sebagai sesuatu yang dimiliki dan dapat bertindak secara bebas terhadapnya. Jadi dari sini kita paham kalau Islam sendiri mengakui adanya kepemilikan kebendaan. Bahkan dalam Hukum Islam dikenal penggolongan benda yang lebih advance. Misalnya adanya konstruksi Kepemilikan Sempurna (Al-milk at-tam) dan Kepemilikan Tidak Sempurna (Al-milk at-Naqish). Al-milk at-tam berarti hak milik itu bersifat mutlak dan sempurna, tidak ada pembatasan. Sedangkan Al-milk at-Naqish ya kebalikannya yaitu kepemilikan yang terbatas karena penguasaannya berada ditangan seseorang namun manfaatnya bukan hanya untuk dia seorang (misalnya wakaf).
HKI sendiri termasuk sebagai Hak Ibtikar yang secara etimologi berarti awal atau permulaan dari suatu hal. Ibtikar dalam fikih islam dimaksudkan sebagai ciptaan atau kreasi yang dihasilkan seseorang untuk pertama kali. Disinilah keterkaitan yang erat antara Ibtikar dengan Hak Kekayaan Intelektual, setidaknya secara teoritis. Menurut Fathi al-Durani mengemukakan pendapat ulama terhadap HKI yaitu Hak Cipta atas ciptaan yang orisinil dan manfaat tergolong harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara Syara’. Setidaknya demikianlah pandangan singkat oleh Islam dalam melihat yang disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual. Kajian ini sebenarnya agak sulit untuk ditemukan karena pembahasannya jarang diangkat dalam literatur-literatur fikih klasik.
Selalu Ada Pendapat Kontra
Terdapat pandangan dari pakar ilmu Fiqh lain yaitu Imam al-Qarafi. Beliau berpendapat bahwa sekalipun Hak Ibtikar itu merupakan hak bagi pemikirnya, tetapi hak ini tidak bersifat harta, bahkan sama sekali tidak terkait dengan harta. Alasannya sederhana, karena yang menjadi sumber hak ini adalah akal dan hasil akal yang berbentuk pemikiran tidak bersifat material yang boleh diwariskan, diwasiatkan, dan ditransaksikan. Pada intinya karena HKI yang dapat diasosiasikan sebagai Hak Ibtikar ini sebenarnya merupakan entitas tak berwujud (immateriil things), maka dia tidak dapat dimiliki dan dipindahtangankan. Begitu juga ada kajian yang mengatakan bahwa Hak Ibtikar yang didefinisikan sebagai “Hak Mula-Mula” ini berasal dari intelektualitas, sebenarnya tidak benar-benar muncul begitu saja. Pasti sudah digariskan oleh Allah SWT dalam pikiran manusia atau terinspirasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Tidak benar-benar diciptakan begitu saja oleh manusia tanpa ada campur tangan dari Yang Maha Kuasa.
Penengah sebagai Jalan Tengah…
Tapi dari dua pandangan diatas, ada juga pendapat netral yang mencoba untuk memberikan jalan tengah. Karena titik pangkal perdebatan ini adalah wujud dari kepemilikan Hak Ibtikar itu sendiri, maka solusi yang paling tepat adalah mengubah Hak Ibtikar itu menjadi suatu bentuk nyata yang bisa dirasakan panca indra. Anggaplah misalnya suatu ide cerita, baru dapat dilindungi dan sah secara hukum islam jika ia menuangkannya dalam bentuk tulisan (bukan hanya sekedar dalam pikiran). Atau diceritakan di khalayak umum sehingga dapat memberikan keuntungan bagi penciptanya. Ini yang menarik, bahwa ternyata dalam pandangan Islam hasil kajian-kajian para ahli diatas, maka HKI itu diperbolehkan. Dengan catatan selama Hak Kekayaan Intelektual diwujudkan dalam bentuk nyata. Dan ada juga yang menambahkan syaratnya yaitu bukan hasil plagiat atau pengulangan pemikiran pencipta sebelumnya. Yang diperbolehkan adalah ciptaan sebagai hasil perpanjangan, penambahan atau penyempurnaan dari ciptaan yang sudah ada sebelumnya.
Demikian bahasan kita tentang HKI dalam pandangan Syariah. Pada intinya HKI itu boleh lho untuk Rencang miliki dengan syarat tertentu. Rencang punya ciptaan yang orisinil dan berharga? Jangan ragu untuk mendaftarkannya!
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya
Civitas Akademika ilmu hukum yang terfokus di bidang Hukum Bisnis, Hukum Ekonomi dan Hukum Teknologi.