Rencang-Rencang pasti pernah mendengar istilah: “harus ada hitam diatas putih!” saat berhubungan dengan hal-hal terkait hukum. Hmm, kalau begitu bagaimana dengan perjanjian kerja lisan? Memangnya dibolehkan oleh hukum? Perjanjian kerja lisan, bolehkah?
Nah, dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), ternyata Perjanjian Kerja dapat berbentuk TERTULIS atau LISAN. Walau dibolehkan oleh Undang-undang, agar dikatakan SAH secara hukum juga harus memenuhi syarat yang terdapat dalam Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Pada dasarnya syarat sahnya Perjanjian kerja sama dengan perjanjian pada umumnya. Syarat tersebut adalah:
- Kesepakatan kedua belah pihak;
- Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
- Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
- Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dokumen Hukum lain?
Apakah setelah syarat-syarat diatas terpenuhi, tidak ada pengurusan surat-suat lain? Dalam Pasal 63 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan, menjelaskan bahwa apabila perjanjian kerja dibuat secara lisan, maka pengusaha/pemberi kerja HARUS membuat SURAT PENGANGKATAN BAGI PEKERJA/BURUH. Isi dari Surat Pengangkatan tadi juga harus sesuai dengan perjanjian lisan yang disepakati sebelumnya. Setidaknya menurut Pasal 63 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan hal yang diwajibkan untuk dimuat dalam Surat Pengangkatan tersebut adalah:
- nama dan alamat pekerja/buruh;
- tanggal mulai bekerja;
- jenis pekerjaan; dan
- besarnya upah.
Tapi tunggu dulu Rencang-Rencang, jangan di-close dulu! Tidak semua Perjanjian kerja bisa dibuat dalam bentuk lisan loh. Hanya perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) saja yang dapat menggunakan perjanjian lisan. Berbeda dengan PKWTT, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak diperbolehkan menggunakan bentuk perjanjian lisan karena dalam Pasal 57 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan mewajibkan agar perjanjian jenis ini dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewajiban yang ditimbulkan masing-masing perjanjian kerja tersebut.
Simpelnya sih, PKWT adalah perjanjian kerja yang bidang pekerjaannya sekali selesai/sifatnya sementara, dan paling lama tiga tahun (dapat diperpanjang). Contoh PKWT yang cukup dikenal adalah: cleaning service, security, catering perusahaan. Untuk PKWTT sendiri tidak mengenal jangka waktu seperti PKWT, yang umumnya pekerja/karyawan tersebut sifatnya tetap. Jadi, ketika Rencang-Rencang yang pekerjaannya termasuk dalam PKWT tapi perjanjian kerjanya lisan Maka demi hukum status pekerjaan Rencang-Rencang adalah karyawan/pekerja tetap. Demikian bahasan terkait Perjanjian kerja lisan yang telah kami sampaikan. Pastinya penting buat kamu terutama mengingat banyaknya lowongan kerja terbaru akhir-akhir ini. Apakah Rencang-Rencang masih punya pertanyaan terkait Perjanjian Kerja Lisan? Inti kesimpulannya, perjanjian kerja lisan bolehkah? Cuss komen dibawah ya! Atau bisa hubungi kami dengan klik logo WhatsApp di pojok kiri bawah laman ini.
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukum Terpercaya
#SemuaAdaJalannya
Comments (2)
Mifta 17 June 2020 at 2:46 pm
Halo
Saya pernah membaca posting Rewang Rencang di medsos dalam hal ini INSTAGRAM tentang seseorang bisa dikategorikan melakukan fitnah ataupun pencemaran nama baik
Pertanyaan saya :
1. Bagaimana jika seseorang melakukan hal tsb diatas di dalam media sosial ?
2. Apakah dengan menyebutkan nama seseorang ( akun @) di media sosial dpt dikategorikan pelanggaran dan /dan/ pencemaran dan/ penghinaan secara pribadi jika pihak yg disebut( @ mention ) merasa dirugikan ( terhina )?
3. Apakah hal tsb yang saya utarakan di atas dapat di kategorikan pelanggaran dalam Hukum ITE dan apabila betul langkah hukum apa yang dapat saya lakukan agar seseorang tersebut berhenti melakukan tindakannya karena indikasi tsb sering dilakukannya beberapa kali ?
4. Secara pribadi saya sudah berusaha menyelesaikan perbuatan orang tsb dengan cara kekeluargaan tetapi niat baik saya ditolak mentah- mentah bahkan terkesan menghindari.
Apakah saran yang terbaik untuk saya jika saya berniat memperkarakannya ke dalam ranah Hukum.
Terimakasih sebelumnya atas sarannya.
Alesmana 26 June 2020 at 8:37 pm
Selamat malam masnya, pertanyaan yang bagus dan menarik untuk di bahas. Namun, untuk konsultasi hukum lebih lanjut di rewang rencang sebaiknya menghubungi kami melalui WhatsApp yang tersedia di pojok kiri bawah web. Terimakasih 🙂
-Moh. Haris Lesmana, S.H.