GAds

Poin-Poin Dasar dalam UUPA

Seperti telah diketahui sebelumnya, bahwa peraturan-peraturan yang berhubungan dengan keagrariaan mulai zaman kolonial Belanda sangat tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia karena berlandaskan pada tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan. Selain itu, hukum agraria zaman itu bersifat dualisme dan tidak ada menjamin kepastian hukum, sehingga diperlukan hukum agraria produk nasional untuk mengatasi sifat dualisme, menjamin kepastian hukum, dan tidak berbelit-belit atau sederhana. Sebagai wujud hukum agraria nasional sebagaimana dengan cita-cita bangsa Indonesia, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang kita kenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

UUPA dibuat sebagai dasar membuat peraturan pelaksana melalui peraturan perundang-undangan yang lain. UUPA sifatnya formal dan substansinya hanya meliputi asas-asas dan pokok-pokok saja. Tujuan dibuatnya UUPA yaitu:

  1. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional;
  2. menjadi dasar dalam mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
  3. menjadi dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dasar-dasar hukum agraria nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUPA terdapat di dalam bagian penjelasan UUPA, yaitu:

  1. Dasar kenasionalan (Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1 Ayat (2) UUPA)

Dasar kenasionalan mengandung pengertian bahwa bumi, air, dan ruang angkasa yang terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hak bersama dari seluruh warga Indonesia, bukan semata-mata hak dari pemiliknya saja. Begitu juga dengan tanah ulayat bukan semata-mata menajdi hak dari masyarakat adat di daerah tersebut, melainkan harus dipandang dari tingkatan lebih tinggi, yaitu seluruh warga negara. Selanjutnya, pada Pasal 1 Ayat (3) UUPA menentukan bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa yang terdapat di wilayah NKRI adalah bersifat abadi.

  1. Tidak diakuinya asas domain

Asas domain adalah asas yang memandang semua tanah yang tidak dibuktikan haknya oleh orang lain merupakan milik negara. Asas ini tidak diakui dalam UUPA karena tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar. Pasal dan ayat tersebut dijabarkan dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA lebih menghendaki agar negara yang merupakan organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat menguasai (bukan memiliki) bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Bentuk penguasaannya yaitu:

  1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;
  2. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air, dan ruang angkasa itu;
  3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
  4. Diakuinya hak ulayat (Pasal 3 UUPA)

Hak ulayat adalah hak dari persekutuan hukum adat untuk menggunakan dengan bebas tanah-tanah yang masih berupa hutan belukar di dalam lingkungan wilayahnya guna kepentingan persekutuan hukum itu sendiri dan anggota-anggota atau guna kepentingan orang-orang luar. Kriteria hak ulayat yaitu:

  1. sesuai dengan kepentingan nasional dan negara;
  2. berdasarkan atas persatuan bangsa; dan
  3. tidak boleh bertentangan dengan undang-undagn dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
  4. Fungsi sosial dari hak atas tanah (Pasal 6 UUPA)

Hak atas tanah yang ada pada seseorang tidak boleh digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan pribadinya, terlebih apabila hal tersebut bisa merugikan masyarakat. Penggunaan hak atas tanah harus bisa memberikan manfaat bagi pemilik, masyarakat, dan negara. Meski demikian, ketentuan ini bukan berarti kepentingan pribadi akan terdesak oleh kepentingan umum, melainkan harus bisa seimbang antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

  1. Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah (Pasal 9 Pasal 21 Ayat (1) UUPA)

Orang asing dan badan hukum tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah. Orang asing hanya boleh memiliki tanah hak pakai (Pasal 42 UUPA), sedangkan badan hukum dipandang tidak perlu memiliki hak milik, cukup dengan hak-hak lainnya. Meski demikian, terbuka peluang bagi badan hukum tertentu untuk memiliki hak milik (Pasal 21 Ayat (2) UUPA). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963, badan-badan hukum yang dapat memiliki hak milik yaitu:

  1. Bank-bank negara;
  2. Koperasi pertanian;
  3. Badan-badan sosial; dan
  4. Badan-badan keagamaan.
  5. Asas kebangsaan (Pasal 9 Ayat (2) UUPA)

Ketentuan memberikan jaminan bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh hak atas tanah. Asas ini bertujuan untuk melindungi warga negara yang lemah dari segi ekonomi.

  1. Penyelenggaraan landreform

Tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Penyelenggara landreform diwujudkan melalui penentuan luas minimum yang harus dimiliki oleh petani, sehingga ia memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup dengan layak bagi dirinya dan keluarganya (Pasal 13 jo. Pasal 17 UUPA). Selain menentukan luas minimum, ditentukan juga batas maksimum luas tanah yang boleh dimiliki dengan hak milik (Pasal 17 UUPA) untuk mencegah penumpukan tanah di tangan golongan-golongan tertentu.

  1. Perencanaan (planning)

Perencanaan ini meliputi peruntukan, penggunaan, dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk kepentingan hidup rakyat dan negara. Terbagi menjadi rencana umum (national planning), meliputi seluruh wilayah Indonesia dan rencana khusus (regional planning) yang merupakan penjabaran dari rencana umum yang diterapkan di daerah-daerah.

  1. Kesatuan dan kesederhanaan hukum agraria

Merupakan upaya untuk menghapus dualisme hukum agraria yang diatur dalam hukum adat dan hukum barat. Wujudnya dengan penyusunan hukum agraria yang berpedoman pada hukum adat yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara yang modern dan hubungannya dengan internasional, serta disesuaikan dengan nilai-nilai Indonesia. Dipilihnya hukum adat karena sebagian besar masyarakat Indonesia tunduk pada hukum adat.

  1. Kepastian hukum

Pemegang hak harus memperoleh kepastian mengenai haknya dan adanya instruksi yang jelas bagi pemerintah, diwujudkan dengan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang bersifat rechts-kadaster, sehingga menjamin kepastian hukum.

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Mulai WA
    1
    Hubungi Kami
    Halo Rencang, ada yang bisa kami bantu?