TikTok Pilih Thailand untuk Investasi, Mengapa Bukan Indonesia?
TikTok, platform media sosial yang sedang populer, baru-baru ini memutuskan untuk berinvestasi di Thailand. TikTok mengumumkan untuk berinvestasi dengan nominal yang cukup besar yaitu sebesar 8,8 miliar dolar US.
Menariknya TikTok lebih memilih Thailand sebagai tujuan investasi, bukan di Indonesia, padahal Indonesia dikenal sebagai salah satu pasar terbesar TikTok di dunia. Pengguna aktif TikTok sendiri merupakan Indonesia. Lalu, apa alasan di balik keputusan ini? Mari kita simak penjelasannya.
TikTok dan Pasar Asia Tenggara
Asia Tenggara merupakan wilayah strategis bagi TikTok. Dengan ratusan juta pengguna aktif, platform ini terus berupaya memperluas pengaruhnya di kawasan ini. Namun, ketika harus memilih lokasi untuk investasi pusat data dan operasional regional, TikTok justru memilih Thailand, bukan Indonesia.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, banyak faktor yang menyebabkan TikTok enggan menanamkan investasi di Indonesia. Sebenarnya bukan hanya TikTok yang enggan untuk menanamkan investasi di Indonesia. Beberapa waktu lalu Apple juga lebih memilih Vietnam sebagai ladang investasi, alasannya tentunya didasari oleh permasalahan yang sama.
Hendra Suryakusuma, Ketua Umum IDPRO menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi investasi pusat data mencapai 2,3 gigawatt pada tahun 2030, sementara saat ini, pemenuhannya baru sekitar 300 megawatt.
Alasan TikTok Memilih Thailand
- Infrastruktur Digital yang Lebih Maju
Thailand dinilai memiliki infrastruktur digital yang lebih baik dan stabil dibandingkan Indonesia. Hal ini memudahkan TikTok dalam mengelola data dan operasionalnya. - Regulasi yang Jelas dan Mendukung
Pemerintah Thailand dikenal lebih terbuka dan memberikan kepastian hukum bagi investor asing. Sementara itu, Indonesia masih dianggap memiliki birokrasi yang rumit dan regulasi yang kurang jelas, terutama terkait data dan konten digital. - Lokasi Strategis
Thailand terletak di jantung Asia Tenggara, menjadikannya pusat logistik dan bisnis yang ideal. Dengan berinvestasi di Thailand, TikTok bisa lebih mudah mengelola operasionalnya di seluruh kawasan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Meskipun Indonesia memiliki lebih dari 100 juta pengguna TikTok, ternyata hal ini belum cukup untuk menarik minat TikTok berinvestasi di sini. Beberapa faktor yang menjadi kendala antara lain:
- Infrastruktur Digital yang Masih Tertinggal
Indonesia masih menghadapi masalah seperti koneksi internet yang tidak merata dan kecepatan yang lambat di beberapa daerah. Kondisi ini tentunya menjadi pertimbangan penting bagi TikTok mengingat pertumbuhan bisnis TikTok akan sangat bergantung dengan infrastruktur digital yang memadai. - Regulasi yang Ketat
Pemerintah Indonesia kerap menerapkan aturan ketat terkait data dan konten digital, yang dinilai kurang ramah bagi investor asing. Kemudahan perizinan bagi investor terbilang masih terlalu sulit di Indonesia jika dibanding dengan Thailand. - Biaya Operasional yang Tinggi Serta Kurang Menariknya Tawaran Indonesia
Biaya listrik dan infrastruktur di Indonesia dinilai lebih mahal dibandingkan di Thailand. Selain itu, kebijakan di Indonesia masih kurang menguntungkan para investor di Indonesia keuntungan bebas pajak dan bebas biaya impor baru bisa dirasakan di Kawasan Ekonomi Khusus Nongsa Digital Park di Batam.
Apa Dampaknya bagi Indonesia?
Keputusan TikTok ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Sebagai negara dengan pasar digital yang besar, Indonesia seharusnya bisa menarik minat investor seperti TikTok. Namun, ketidakpastian regulasi dan infrastruktur yang belum memadai menjadi penghambat utama.
Agar tidak ketinggalan, Indonesia perlu melakukan beberapa perbaikan, seperti:
- Meningkatkan kualitas infrastruktur digital.
- Menyederhanakan regulasi dan birokrasi investasi.
- Menciptakan iklim bisnis yang lebih ramah bagi investor asing.
Kesimpulan
Keputusan TikTok untuk berinvestasi di Thailand menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar di sektor digital. Jika ingin bersaing di kancah global, Indonesia harus segera memperbaiki kekurangan yang ada. Jika tidak, bukan tidak mungkin investor besar lainnya akan mengikuti langkah TikTok.
