Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam rangka mewujudkan negara hukum di Indonesia, maka dalam UUDNRI Tahun 1945 juga mencantumkan bab tersendiri yaitu mengenai Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan Kehakiman itu sendiri sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24 UUDNRI Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan tersebut dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (pasca amandemen UUD 1945), yang kemudian mendapat pemantauan dan pengawasan dari Komisi Yudisial. Adapun uraian lebih lanjut terkait lembaga peradilan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan salah satu Kekuasaan Kehakiman tertinggi yang berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, serta wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Ketua Mahkamah Agung yang dipilih oleh para Hakim Agung. Adapun tugas pokok dan fungsi Mahkamah Agung yaitu:
- Fungsi Peradilan
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan tingkat kasasi yang tugasnya membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali, menjaga agar semua hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia diterapkan secara adil, tepat, dan benar. Mahkamah Agung juga berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir, serta menguji/menilai secara meteriil peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang apakah suatu peraturan ditinjau dari substansi (isi/materi) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
- Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilaksanakan pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara. Selain itu, Mahkamah Agung juga melakukan pegawasan terhadap kinerja pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas terkait dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, serta meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang diperlakukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim; di samping itu pengawasan dilakukan terhadap Penasihat Hukum dan Notaris sepanjang menyangkut peradilan.
- Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan bila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan, serta membuat peraturan acara sendiri apabila dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur oleh Undang-Undang.
- Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung diberi kewenangan untuk memberikan nasehat-nasehat atau pertimbangan-pertimbangan bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain, Presiden selaku Kepala Negara (dalam rangka pemberian atau penolakan grasi, serta rehabilitasi). Mahkamah Agung juga diberi kewenangan untuk meminta keterangan dan memberi petunjuk kepada lingkup peradilan di semua Pengadilan.
- Fungsi Administratif
Seluruh badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) secara organisatoris, administratif dan finansial berada di bawah badan Peradilan yang bersangkutan walapun dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 telah dialihkan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Secara administratif Mahkamah Agung juga diberi kewenangan untuk mengatur tugas serta tanggung jawab terhadap susunan dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.
- Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga peradilan tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia yang memegang Kekuasaan Kehakiman bersama dengan Mahkamah Agung. Adapun jumlah hakim di Mahkamah Konstitusi berjumlah 9 (sembilan) orang dengan cara mengusulkan calon Hakim Mahkamah Konstitusi dari masing-masing lembaga (DPR, Mahkamah Agung, dan Presiden) sebanyak 3 (tiga) orang. Adapun kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
- Menguji Undang-Undang terhadap UUDNRI Tahun 1945;
- Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUDNRI Tahun 1945;
- Memutus sengketa terkait pembubaran partai politik; dan
- Memutus perselisihan terkait hasil pemilihan umum.
Di samping itu, Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewajiban di dalam menjalankan fungsinya, yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment). Mahkamah Konstitusi juga diberi kewenangan untuk memutus perkara perselisihan pemilihan kepala daerah selama masih belum terbentuk peradilan khusus. Hal tersebut tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
- Komisi Yudisial
Latar belakang dibentuknya komisi ini adalah adanya keprihatinan pada kondisi wajah peradilan yang muran dan keadilan di Indonesia yang tak kunjung ditegakkan. Oleh karena itu, saat awal era Reformasi, melalui Amandemen Ketiga UUDNRI Tahun 1945 yaitu pada tahun 2001 disepakati tentang pembentukan Komisi Yudisial sebagaimana tertuang di dalam Pasal 24B ayat (1) UUDNRI Tahun 1945. Selanjutnya, Komisi Yudisial mengalami dinamika dari waktu ke waktu, sampai kepada pengaturan lebih lanjut mengenai komisi ini yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial sebagaimana diubah dakam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011. Undang-Undang ini menjelaskan salah satunya yaitu tugas dan wewenang dari Komisi Yudisial. Wewenang yang dimiliki Komisi Yudisial adalah sebagai berikut:
- Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan Hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
- Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim;
- Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan
- Menjaga dan menegakkan pelaksanaan KEPPH.
Sedangkan tugas yang diemban oleh Komisi Yudisial yaitu:
- Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
- Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
- Menetapkan calon Hakim Agung;
- Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR;
- Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku Hakim;
- Menerima laporan dari masyarakat terkait dengan dugaan adanya pelanggaran KEPPH.
- Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran KEPPH secara tertutup;
- Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran KEPPH; dan
Mengambil langkan hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat Hakim.

Staf Legal yang memiliki ekspertasi di bidang Hukum Tata Negara