Kepustakaan Indonesia menjelaskan bahwa lembaga negara digunakan dengan istilah yang berbeda-beda (misal organ negara, badan negara, dan alat perlengkapan negara), namun memiliki makna sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat istilah lembaga pemerintah yang diartikan sebagai badan-badan pemerintahan di lingkungan eksekutif. Bila pemerintah diganti dengan kata negara menjadi lembaga negara, maka hal itu menjadi badan-badan negara di lingkungan pemerintahan negara. Tidak hanya badan eksekutif, tetapi juga badan legislatif, yudikatif, dan badan-badan negara lainnya.
Kamus istilah hukum Fockema Andreae menjelaskan bahwa alat perlengkapan berarti ”orang” atau “majelis” yang terdiri dari orang-orang berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar berwenang mengemukakan dan merealisasikan kehendak badan hukum. Selanjutnya, negara dan badan pemerintahan mempunyai alat perlengkapan, dimulai dari raja (presiden) sampai pada pegawai yang terendah. Para pejabat dapat dianggap sebagai alat perlengkapan. Namun penyebutan ini lebih banyak digunakan untuk badan pemerintahan tinggi dan dewan pemerintahan yang memiliki wewenang yang diwakilkan secara teratur dan pasti.
Fockema Andreae menjelaskan pengertian alat perlengkapan negara secara luas dan sempit. Secara luas alat perlengkapan negara meliputi semua pegawai yang ada dalam negara, dari presiden sampai dengan kepala desa (lurah), baik yang bersifat tunggal maupun kolegial (merupakan suatu badan atau majelis). Contoh alat perlengkapan negara bersifat tunggal yaitu kepala negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan kepala desa. Alat perlengkapan negara bersifat kolegial contohnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dll. Alat perlengkapan negara dalam arti sempit umumnya digunakan untuk badan-badan negara di tingkat pusat dan badan perwakilan (permusyawaratan) rakyat maupun daerah sehingga terdapat batasan penggunaan kalimat “alat perlengkapan negara”, yaitu khusus bagi badan-badan negara di tingkat pusat dan dibentuk berdasarkan hukum (undang-undang dan anggaran dasar), serta memiliki kewenangan untuk menjalankan fungsi-fungsinya.
Awalnya tipe-tipe lembaga negara terdiri dari lembaga negara yang menjalankan fungsi legislatif (parlemen), lembaga negara yang menjalankan fungsi eksekutif (presiden atau perdana menteri beserta kabinetnya), serta lembaga negara yang menjalankan fungsi yudisial atau yudikatif (lembaga peradilan). Seiring berjalannya waktu lembaga-lembaga negara tidak terbatas pada ketiga fungsi tersebut, bahkan semakin bertambah. Sebut saja lembaga negara yang menjalankan fungsi pertahanan yaitu militer, lembaga negara yang menjalankan fungsi ketertiban dan keamanan yaitu kepolisian, dan sebagainya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) Tahun 1945 memakai istilah “lembaga negara” dalam Pasal II Aturan Peralihan, yang menjelaskan bahwa “Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk menjalankan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”
Ada dua unsur pokok yang saling terkait ketika menjelaskan organisasi negara, yaitu organ (bentuk atau wadah) dan functie (isi). Organ/lembaga negara dapat dibedakan berdasarkan segi hierarki atau landasan hukum pembentukannya dan segi fungsinya.
Segi hierarki menurut Firmansyah Arifin, dkk mengklasifikasikan lembaga-lembaga negara berdasarkan UUDNRI Tahun 1945, berdasarkan Undang-Undang (UU), dan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres). Menurut Jimly Asshiddiqie dari segi hierarki lembaga negara terdiri dari 3 (tiga) lapis. Lapis pertama disebut “Lembaga Tinggi Negara”, lapis kedua disebut “Lembaga Negara”, dan lapis ketiga disebut “Lembaga Daerah”, sehingga tidak ada lagi istilah “Lembaga Tertinggi Negara” dan “Lembaga Tinggi Negara” untuk memudahkan pengertian melalui 3 (tiga) lapis tersebut. Lapis pertama lembaga negara dalam UUDNRI Tahun 1945 yaitu Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, MK, MA, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lapis kedua lembaga negara yang mendapat kewenangan dari UUD (seperti KY, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bank Sentral, dan Menteri Negara) serta lembaga negara yang mendapat kewenangan dari UU (Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dll). Lapis ketiga merupakan organ konstitusi yang termasuk kategori lembaga negara yang sumber kewenangannya berasal dari pembentuk peraturan di bawah UU (Komisi Hukum Nasional (KHN), Ombudsman, dll) serta “Lembaga Daerah” sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 UUDNRI Tahun 1945 (meliputi Pemerintah Daerah Provinsi yang dipimpin oleh gubernur, DPRD Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh bupati/walikota, dan DPRD Kabupaten/Kota).
Lembaga negara ditinjau dari fungsinya terbagi menjadi 3 (tiga) ranah. Ranah tersebut berdasarkan kekuasaan yang ada, yaitu kekuasaan eksekutif atau pelaksana (administrator bestuurzorg), kekuasaan legislatif dan fungsi pengawasan, serta kekuasaan kehakiman atau fungsi yudisial. Menurut Jimly Asshiddiqie masih ada lembaga-lembaga negara lain yang menjalankan fungsinya terkait dengan kekuasaan kehakiman yang diatur lebih lanjut dengan UU sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (3) UUDNRI Tahun 1945, sehingga terdapat lebih dari 28 lembaga negara baik secara eksplisit maupun implisit tertuang dalam UUDNRI Tahun 1945 dan hanya 24 lembaga negara yang dapat sebagai pihak dalam sengketa antarlembaga negara di MK (bank sentral, duta dan konsul tidak ditentukan wewenangnya secara eksplisit maupun implisit dalam UUDNRI Tahun 1945). Sementara itu, kesatuan masyarakat hukum adat tidak termasuk dalam kategori lembaga negara dan berada di luar lingkup dan jangkauan organisasi negara.
Staf Legal yang memiliki ekspertasi di bidang Hukum Tata Negara