Jangan Mau Beli Rumah Dengan Harga Murah, Pahami Legalitasnya
Halo Rencang-Rencang, dalam kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai legalitas yang aman sebelum membeli properti tanah. Dalam membeli properti tanah, kita harus memperhatikan legalitas yang harus dimiliki agar tidak timbul masalah di kemudian hari.
Banyak developer perumahan nakal yang memanfaatkan ketidaktahuan pembeli rumah akan sertifikat yang seharusnya dimiliki oleh pembeli rumah. Terdapat beberapa jenis sertifikat tanah yang memiliki fungsi dan sifat yang berbeda. Untuk pembeli rumah sertifikat yang paling aman dan terhindar dari konflik tanah di kemudian hari adalah SHM atau Sertifikat Hak Milik.
Pastikan Sertifikat Tanah Rumah Yang DIbeli Adalah SHM (Sertifikat Hak Milik)
Dalam membeli tanah atau rumah (properti), SHM merupakan bukti legalitas paling kuat dalam kepemilikan tanah. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis sertifikat tanah, baik berupa sertifikat kepemilikan ataupun sertifikat penggunaan dan pemanfaatan tanah. Terdapat 7 jenis sertifikat tanah yang harus diketahui sebelum membeli property yaitu:
- Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Hak Guna Bangunan (HGB)
- Hak Guna Usaha (HGU)
- Hak Pakai
- Girik
- Petok D
- Letter C
Ketujuh sertifikat tanah tersebut pada dasarnya memiliki fungsi yang berbeda beda. Namun sertifikat yang paling kuat adalah SHM. Oleh karena itu, pastikan sebelum membeli rumah, rumah tersebut sudah memiliki SHM. Dengan adanya SHM, pembeli rumah tentunya akan terhindar dari adanya konflik dengan pihak ketiga karena SHM adalah bukti kepemilikan tanah dan rumah paling kuat.
SHM Berbeda Dengan HGB, AJB, dan PBB
Seringkali dalam marketing perumahan yang ditawarkan menyembunyikan legalitas yang ada. Developer perumahan seringkali mengiming-imingi bahwa rumah yang dijual sudah aman dari segi legalitas, padahal perumahan tersebut tidak memiliki SHM. Seringkali perumahan tersebut hanya memiliki SHGB.
Dengan adanya SHGB tentunya pembeli perumahan bukanlah orang yang benar benar memiliki rumah yang bersangkutan. Pembeli rumah hanya berhak memanfaatkan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya. Jangka waktu perlindungan HGB juga cuma berkisar 30 Tahun dan dapat diperpanjang untuk masa 20 Tahun.
Dalam mengelabuhi calon pembeli biasanya developer menjelaskan kelengkapan legalitas rumah yang dijual terdiri dari (Akta Jual Beli) AJB. Developer menjelaskan bahwa AJB merupakan bukti kepemilikan tanah, padahal AJB merupakan suatu bukti bahwa antara penjual dan pembeli telah melakukan transaksi jual beli tanah.
Developer juga seringkali mengklaim bahwa legalitas perumahannya sudah aman dengan menunjukkan (Pajak Bumi dan Bangunan) PBB tanah. Berkas PBB juga bukan menjadi bukti kepemilikan atas rumah yang dijual, PBB hanya menjadi bukti bahwa tanah dan rumah tersebut telah membayar pajak.
Bahaya Tidak Adanya Legalitas SHM
Dengan tidak adanya SHM tentunya menjadi sangat berbahaya, munculnya konflik di kemudian hari tentunya sangat memungkinkan. Kemungkinan yang bisa terjadi adalah tanah yang sebenarnya dikembangkan adalah tanah pihak lain, sehingga developer perumahan hanyalah pihak yang menyewa tanah tersebut selama jangka panjang, bisa 20-30 tahun. Kemudian setelah jangka waktunya habis maka pemilik asli akan mengambil alih perumahan tersebut. Hal tersebut tentunya menjadi suatu permasalahan yang sangat rumit. Pemenang dari sengketa tersebut tentunya pemilik dari SHM yang bersangkutan.
Kondisi paling parah tentunya apabila ternyata developer perumahan tersebut adalah developer bodong yang hanya mengiming-imingi rumah dengan harga yang murah tetapi tidak memiliki legalitas.
Lahan atau rumah yang dijual developer bodong biasanya terletak di lokasi yang sama. Namun lahan tersebut tidak digunakan untuk melakukan pembangunan seperti yang sudah dijanjikan ke konsumen. Uang pembayaran konsumen digunakan untuk dibelikan lahan lagi, sehingga uang tersebut tidak pernah digunakan untuk membangun rumah.