Doktrin Fair Use: Seseorang Boleh Menggunakan Hak Cipta Tanpa Persetujuan Pencipta
Halo Rencang-Rencang, dalam kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai salah satu konsep yang terdapat dalam Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya dalam hak cipta. Konsep tersebut adalah fair use dalam hak cipta.
Fair use sendiri merupakan hak istimewah bagi orang lain selain pencipta dan pemegang hak cipta untuk menggunakan objek hak cipta dengan cara yang wajar tanpa persetujuannya. Doktrin fair use sendiri dibuat untuk menyeimbangkan hak pemilik dan kepentingan masyarakat.
Setelah didaftarkannya ciptaan ke Dirjen HKI, secara otomatis hak cipta tersebut menjadi milik pencipta atau pemilik hak cipta. Pencipta sebagai pemegang hak penuh yang terdapat di dalam karya tersebut mendapatkan dua hak utama, yaitu hak moril dan hak ekonomi.
Namun, meskipun pencipta memiliki hak secara penuh bukan berarti pencipta bisa memonopoli hak yang dimilikinya. Pencipta tidak boleh memonopoli karyanya dengan memperkaya sendiri atas hak ekonomi dengan membatasi kepentingan umum.
Dasar Hukum Doktrin Fair Use
Ketentuan mengenai kebolehan penggunaan karya hak cipta tanpa adanya persetujuan dari pencipta pada dasarnya tercantum dalam Pasal 43-Pasal 51 UU Hak Cipta. Secara khusus dalam Pasal 44 ayat (1) UU Hak Cipta juga menjelaskan bahwa dalam beberapa kondisi kita dapat menggunakan karya orang lain tanpa adanya izin secara langsung.
Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:
- pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
- keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
- ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
- pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
Dalam Pasal 44 ayat (1) UU Merek telah dijelaskan mengenai ruang lingkup penggunaan hak cipta tanpa adanya persetujuan secara langsung dari pemilik hak cipta. Salah satunya adalah dengan tujuan pendidikan. Dengan begitu ketika seorang guru musik mengajarkan suatu lagu kepada siswa, pencipta tidak akan bisa menggugat guru musik tersebut, hal tersebut karena kepentingan pendidikan.
Alasan diperbolehkannya penggunaan hak cipta tanpa izin dari pencipta tentunya untuk kepentingan umum. Apabila penggunaan dan pemanfaatan hak cipta untuk kepentingan umum dibatasi tentunya kebermanfaatan bagi khalayak umum akan susah untuk didapatkan.
Pada dasarnya, letak perlindungan pencipta atas hak cipta buka hanya terkait penggunaan dengan tujuan komersil atau tidak. Melainkan lebih kepada apakah merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak cipta atau tidak.
