GAds

Perusahaan Startup Wajib PT

Di post ini, kita telah panjang kali lebar kali tinggi membahas mengenai Startup sebagai perusahaan. Dijelaskan juga bahwa menurut hasil penelitian Nurul Ula Ulya, S.H., M.H. bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara umum mengatur mengenai bentuk dari perusahaan Startup. Akan tetapi jika menggali lebih dalam, terdapat hukum diluar hierarki peraturan perundang-undangan yang mengatur perusahaan Startup wajib PT. Artinya dalam menjalankan usahanya, perusahaan Startup tersebut haruslah berbentuk Perseroan Terbatas (PT) sedari awal. Ini juga untuk menjawab pertanyaan mainstream: “Apakah Startup wajib berbentuk PT?” atau “Bentuk badan usaha apa yang cocok untuk pendirian Startup?”. Melalui post ini, admin akan membedah mengenai perusahaan Startup apa yang diwajibkan berbentuk PT, selain Startup yang akan mendapatkan suntikan modal dari investor pihak ketiga atau Startup yang akan melakukan IPO.

Financial Technology (Fintech) = Teknologi Finansial (Tekfin) vs. Inovasi Keuangan Digital (IKD)

Menurut para manusia hukum, peraturan bukan hanya digunakan sebagai landasan argumentasi. Akan tetapi juga terkadang berperan sebagai kamus yang memberikan peristilahan atau nomenklatur yang seringkali berbeda dengan KBBI. Seperti Financial Technology atau Fintech yang merupakan salah satu lapangan usaha Startup. Belum ditemukan padanan kata tunggal dalam kaidah berbahasa Indonesia. Akan tetapi sudah diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 13 Tahun 2018. Menurut Peraturan Bank Indonesia, Financial Technology diistilahkan sebagai Teknologi Finansial yang merupakan terjemahan bebasnya. Istilah ini kemudian dipakai oleh banyak masyarakat untuk mengartikan Fintech dalam bahasa Indonesia, khususnya oleh kalangan akademisi, praktisi dan peneliti. Serta sering digunakan untuk mengkampanyekan Fintech kepada masyarakat awam.

Lain halnya dengan Otoritas Jasa Keuangan yang juga “mengistilahkan” Fintech melalui regulasinya yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 13 Tahun 2018. Bukan ditransliterasikan sebagai Teknologi Finansial (Tekfin) sebagai frasa yang sering disebut masyarakat dan telah dicetuskan terlebih dahulu oleh Bank Indonesia. Melainkan “Inovasi Keuangan Digital”. Yap. Itulah istilah yang diberikan oleh hukum sebagai penerjemahan dari Financial Technology. Entah tidak menggunakan transliterasi harfiah secara bebas (Teknologi Finansial) supaya terlihat berbeda atau memang sudah ada kajian gramatikalnya. Entahlah. Yang jelas hal ini perlu diperhatikan agar di masa yang akan datang tidak terjadi bias makna antara Tekfin dan IKD. Memang hubungan dua lembaga ini (BI dan OJK) terlihat kurang koordinasi. Sebagai informasi, OJK merupakan lembaga yang “mewarisi” sebagian kewenangan BI dalam hal keuangan.

Perusahaan Startup Financial Technology yang wajib berbentuk PT

Akan tetapi yang perlu diperhatikan, Startup yang usahanya bergerak di bidang Financial Technology wajib berbentuk PT atau Perseroan Terbatas. Apakah berlaku untuk semua? Ternyata berdasarkan penelusuran Nurul Ula Ulya, S.H., M.H., tidak semua bidang Financial Technology harus berbentuk Startup. Di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 disebutkan bahwasannya perusahaan Startup yang bergerak di bidang layanan pembayaran (Payment) harus dibuat dengan menggunakan bentuk PT. Selain Startup Fintech yang bergerak di bidang pembayaran (Payment), perusahaan Startup yang bergerak di bidang pinjam meminjam online (Peer to Peer Lending/P2P Lending) juga harus berbentuk badan hukum yaitu PT atau Koperasi. Kewajiban ini tertuang di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Peer to Peer Lending.

Dua peraturan tersebut setidaknya hingga post ini dibuat merupakan landasan hukum paling ujung dan paling teknis yang mengatur mengenai Startup. Bidang usahanya pun hanya terbatas mengenai lingkup Financial Technology. Dan kategorisasinya hanya mencakup Startup di bidang pembayaran (Payment) dan pinjam meminjam Online (Peer to Peer Lending/P2P Lending). Padahal di luar dua kategorisasi bidang Fintech tersebut, terdapat yang lain seperti penggalangan dana (Crowdfunding), perencanaan keuangan (Financial Planning), kredit (Installment), produk keuangan (Financial Product), asuransi (Insurance), penelitian keuangan (Financial Research), dan lain sebagainya (seperti Account AggregatorMarketplaceBanking SupportCapital MarketPoint of Sales Business (POS), Comparative Financial Product, dan lain-lain). Sayang sekali “kemajuan” pengaturan hukum dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 masih sebatas ini. Akan tetapi perlulah kita apresiasi dan syukuri, daripada tidak ada pengaturannya sama sekali. Ya ga, Rencang? 😀

Embel-Embel “Terdaftar dan Diawasi”

Kamu pengusaha Startup atau calon Founder yang ingin mendirikan Startup di bidang Fintech? Pasti masih awam bagaimana caranya mendapat izin supaya ada label “Terdaftar dan diawasi OJK”, ya kan? Embel-embel itu sudah tidak asing didengar oleh masyarakat pada saat ini. Ya! Masyarakat mulai sadar akan pentingnya menggunakan layanan HANYA dari perusahaan Startup yang mengantongi izin. Tidak hanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebetulnya. Ada lembaga lain yang juga mengeluarkan label serupa, misalnya yang paling sering Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Dengan adanya label tersebut memberi perlindungan hukum yang lebih kepada pengguna layanan agar dapat bertransaksi secara aman dan nyaman. Terutama agar supaya penyelenggara layanan tidak semena-mena dalam menjalankan usahanya, tidak merugikan pengguna layanan dan terus berjalan dalam koridor peraturan perundang-undangan.

BTW kamu sedang mencari informasi terkait perizinan ke OJK, BI, Bappebti, atau lembaga lain? Perizinan ini bisa dikatakan merupakan gerbang awal yang bisa mengundang kepercayaan pengguna layanan. Hubungi kami melalui logo WhatsApp di pojok kiri bawah gawaimu, ya! Demikianlah pembahasan kita mengenai perusahaan Startup wajib PT ini. Memang dalam kajian Nurul Ula Ulya, S.H., M.H., tidak ada payung hukum yang mengatur mengenai bentuk usaha Startup. Sehingga sejauh ini pengusaha Startup dipersilahkan menggunakan bentuk badan usaha apapun selama belum disuntik dana oleh pihak ketiga (investor) maupun belum IPO. KECUALI, bagi perusahaan Startup yang bergerak di bidang pembayaran (Payment) pinjam meminjam Online (Peer to Peer Lending/P2P Lending) ya Rencang.

#TerbaikTercepatTerpercaya

#KlinikHukumTerpercaya

#SemuaAdaJalannya

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Mulai WA
    1
    Hubungi Kami
    Halo Rencang, ada yang bisa kami bantu?