Dalam proses pendaftaran Merek, bukan tidak mungkin muncul sengketa antar pemilik yang merasa memiliki Merek. Biasanya kasusnya antara dua atau beberapa orang yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan. Padahal, para pihak itu tidak memiliki relasi apapun dan bahkan tempat usahanya bisa berjauhan. Atau yang kedua adalah oknum plagiator yang mendaftarkan suatu Merek dengan itikad tidak baik, ilegal dan secara tanpa hak serta tanpa sepengetahuan pemilik Merek. Yang kedua inilah yang berbahaya, oleh karena itu kami tak bosan mengingatkan Rencang untuk mendaftarkan Merekmu. Bentuk sengketa Merek bervariasi. Bisa dua Merek yang dimohonkan pendaftaran di kelas yang sama. Bisa juga dua Merek yang sudah terdaftar di kelas yang berbeda, namun yang satu beritikad tidak baik sehingga pemilik Merek yang asli menggugatnya. Nah lalu, apa saja macam penyelesaian sengketa Merek?
Dua instansi punya cara sendiri
Ada dua instansi pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Merek. Dua instansi ini memiliki perbedaan mengenai “waktu/momen” administratif dan ranah pemerintahan. Berikut uraiannya!
1. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI)
DJKI berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka sudah pasti ranahnya adalah eksekutif. Walaupun begitu, DJKI juga dibekali kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Merek yang sifatnya “pra-terdaftar”. Merek itu memang istimewa secara administratif. Permohonan pendaftaran Merek bisa terjadi hingga satu tahun lebih, namun Merek yang sedang dimohonkan pendaftarannya sudah mendapat perlindungan hukum. Nah, DJKI memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dalam proses permohonan pendaftaran Merek itu. Jadi, Merek belum memperoleh status terdaftar. Namun karena sudah mendapat perlindungan hukum, berpotensi memiliki konflik dengan Merek yang serupa
Nah biasanya, potensi konflik terjadi antara dua Merek yang sedang mengajukan permohonan pendaftaran Merek di kelas yang sama. Dua Merek itu memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan terutama dalam penyebutannya. Misalnya pendaftaran “Ayam Jago” dan “Tiga Ayam Jago” di kelas yang sama, berpotensi memiliki konflik. Mengapa jangka waktu permohonan pendaftaran Merek itu lama? Karena DJKI memberikan kesempatan bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. DJKI juga memberikan kesempatan bagi pihak seberang untuk mengajukan sanggahan atas keberatan itu. Kemudian DJKI akan memutuskan apakah dua Merek itu tetap mendapatkan hak pendaftaran atau salah satunya akan dicabut pendaftarannya. Untuk menghindari konflik ini, silahkan simak post mengenai Tips Agar Pendaftaran Merek Kamu Diterima.
2. Pengadilan Niaga ft. Mahkamah Agung
Nah berbeda dengan DJKI, instansi ini berada di dalam ranah yudikatif yang memang wewenangnya menyelesaikan konflik hukum. Dalam konteks sengketa Merek, Pengadilan Niaga berwenang menyelesaikan sengketa Merek yang sifatnya “pasca-terdaftar”. Berarti, dua atau lebih Merek telah memiliki status terdaftar, namun ada salah satu yang merasa bahwa Merek lain melanggar hak Mereknya. Biasanya terjadi dalam kelas Merek yang berbeda namun memiliki kesamaan misalnya penyebutan, sehingga terkesan membonceng suatu Merek. Kamu bisa menyimak tentang pelanggaran Merek disini.
Karena ada potensi kerugian itu, sudah pasti salah satu pemilik Merek akan merasa bahwa pemilik Merek lain harus dicabut. Maka dari itu, hukum memberi bentuk perlindungan yaitu pemilik Merek yang merasa dirugikan dapat menggugat ke Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga di Indonesia yang tersebar di Pengadilan Negeri di setiap provinsi. Perlindungan hukum itu diberikan khususnya untuk menyasar pada pemilik Merek yang beritikad tidak baik. Nah kalau dalam gugatan tersebut kalah, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberi upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
Nah Rencang, itu tadi macam penyelesaian sengketa Merek yang dapat digunakan jika ada konflik Merek di Indonesia.
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya
Civitas Akademika ilmu hukum yang terfokus di bidang Hukum Bisnis, Hukum Ekonomi dan Hukum Teknologi.